Rabu, 28 Mei 2014

Damai di Kaki Gunung Salak

Derit gerbong KRL (Kereta Rel Listrik) mengantarkan saya kembali ke Kota Hujan, Bogor. Akhirnya rencana untuk melihat sebuah pura indah yang pernah diceritakan teman saya waktu itu terlaksana juga.
Untuk mencapai Pura yang berlokasi di Desa Warung Loa, Kec. Taman Sari, Ciapus itu, saya harus melanjutkan dengan menggunakan angkot dari Stasiun Bogor ke arah Bogor Trade Mall, kemudian sekali lagi naik angkot 03 jurusan Ciapus - Ramayana arah Warung Loa.
Setelah hampir satu jam di atas angkot, baru terlihat sebuah papan petunjuk, bertuliskan Pura Parahyangan Agung Jagatkartta.

Jarak satu kilometer dengan medan yang menanjak, ternyata bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilalui dengan berjalan kaki. Cukup melelahkan. Makanya saat sampai, saya langsung cari spot yang pas untuk rehat sejenak, di bawah rimbunan pohon cemara yang ada di halaman Pura, sambil memandanginya dari jauh.
Tegak berdiri dengan latar Gunung Salak. Terlihat begitu megah, anggun dan indah sekali. Angin pegunungan yang sejuk dan alam yang begitu asri, membuat siapa pun akan betah berlama-lama disini untuk menikmati keindahannya dan merasakan kedamaian di hati.

Konon Pura Parahyangan Agung Jagatkartta ini adalah Pura terbesar di luar Bali, setelah Pura Besakih. Didirikan pada tahun 1995 dengan biaya kurang lebih Rp 15 milyar, dan pembangunannya memakan waktu selama lima tahun. Sebelum Pura dibangun, terlebih dahulu di bangun sebuah candi dengan patung macan berwarna putih dan hitam. Ini untuk menghormati Prabu Siliwangi beserta para prajuritnya yang konon menjelma menjadi macan yang menjaga tanah Sunda. Diyakini kalau di sinilah tempat petilasan sang raja.
Lokasi berdirinya Pura ini awalnya dikenal sebagai tempat Batu Menyan. Batu yang mengeluarkan asap dupa setiap hari. Di batu itu pula, seringkali masyarakat melihat cahaya putih, sinar terang, dari langit turun ke batu. Juga rumput-rumput yang bersinar terang. Karena fenomena alam itulah yang membuat tempat ini dipilih untuk dibangun sebuah Pura suci.

* * * * *

Sayangnya saat itu pengunjung tidak diperbolehkan untuk melihat dari dekat, hanya sampai di bagian yang sudah diberi batas berupa pagar dari tali. Bahkan tidak berapa lama, pengunjung disuruh keluar oleh para pecalang, karena lokasi Pura mau ditutup. Kemungkinan sedang ada upacara keagamaan, karena terlihat banyak umat Hindu yang berdatangan untuk melakukan sembahyang.
Namun walaupun hanya sebentar di sana, saya cukup senang karena rasa penasaran saya sudah terobati.






[27.05.14]

*disclaimer : all photos jepretan ane!

*NB :
  - Tidak semua angkot 03 sampai Warung Loa. Harus tanya dulu.
  - Waktu berkunjung : 11.00 - 15.00. Saat hari raya agama Hindu, Pura ditutup untuk umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar