Senin, 13 Agustus 2018

Ruang Seduh [Kemang]

Menemukan kedai kopi secara tidak sengaja adalah berkah tak terkira, terutama ketika seharian belum mendapatkan asupan kafein sama sekali.
Begitulah halnya dengan Ruang Seduh ini.

Sore itu, saat sedang melihat-lihat buku di toko buku Aksara, dan 'terpaksa' harus 'ke belakang' sebentar, saya--yang pecinta seni, sekaligus seniman abal-abal ini--tertarik dengan satu ruang kecil di bagian paling belakang, yang penuh dengan pajangan lukisan-lukisan.
Dan setelah menuntaskan segala 'hasrat' yang muncul tadi, saya langsung melangkah ke sana. Namun belum sempat masuk, saya tiba-tiba tergoda dengan sebuah ruangan serba putih didepannya. Harum kopi begitu menyeruak ditengah lalu lalang segelintir orang didalamnya. Tampak beberapa alat seduh dan sebuah grinder--dengan topeng storm trooper dari serial starwars, yang entah apa mereknya--di atas meja bar.

Dengan pasti--karena yakin itu kedai kopi--saya pun melangkah kesana. Hasrat ngopi tiba-tiba muncul dengan sendirinya. 'Godaan' kopi itu memang susah sekali untuk diabaikan begitu saja.


Di sebuah kaca, tertulis nama RUANG SEDUH dengan logonya berupa tetesan air [iya kan ya? 😁]. Di meja bar-nya, persis depan kasir, terpajang tiga single origin pilihan. Ada Ethiopia Konga (yang dilabeli sebagai Forbidden Fruit), Gamboeng Pasundan (Irama Keroncong), dan Ethiopia-Guji Liya (Flower Power). Masing-masing dengan penjelasannya tentang karakteristik rasa, tingkat ketinggian, hingga roaster-nya.
Yah, namanya juga third wave coffee shop. he-he-he


Saya lalu memesan Cappuccino.
Entah mereka pakai single origin yang mana. Saya lupa menanyakannya.
Pas lah sore-sore menikmati racikan kopi ala Italia itu. Walaupun sebenarnya di sana orang minum cappuccino itu biasanya pagi-pagi, sebagai sarapan.*
Tapi itu kan di Italia, bukan Jakarta. Di sana pagi, di sini sore [iya kan? 😝]

Suasana di Ruang Seduh saat itu sangat tenang, sehingga ritual ngopi saya begitu syahdu terasa. Bahagianya paripurna.
Belakangan saya baru tahu kalau ketenangan itu dikarenakan tepat di ruangan sebelah kedai ini ada Kinosaurus. Sebuah microcinema (bioskop kecil), yang biasa memutar film-film independen atau kadang juga film-film box office. Banyak pegiat dan pecinta film yang sering wara-wiri di Kinosaurus ini.


Sembari menghabiskan cappuccino milik saya yang nikmat nian, saya mengamati sekeliling kedainya dengan seksama demi kepentingan blog abal-abal ini. he-he
Karena mengusung slogan "Brewers Without Borders", set coffee bar-nya pun sengaja diposisikan di tengah kedai, sehingga para pengunjung bisa leluasa berinteraksi dengan barista-baristanya, bahkan diijinkan untuk membuat kopinya sendiri (dengan instruksi dari si barista tentunya).

Terdapat dua meja bar yang ada. Yang depan untuk manual brewing. Sementara yang belakang khusus espresso based, dengan La Marzocco (entah tipe apa) dan mesin yang satu lagi (saya lupa mereknya 😁), nongkrong manis diatasnya.

Sehubungan dengan pengunjung yang bisa menyeduh kopinya sendiri, di salah satu dinding Ruang Seduh ini tertempel semacam resep untuk beberapa jenis menu kopi, seperti espresso dan manual brewing untuk masing-masing single origin yang ada. Dengan segala takaran/ratio antara air dan kopinya masing-masing.
Mungkin sebagian orang yang melihatnya (terutama penikmat kopi tradisional), pasti merasa aneh dengan segala tetek bengek ini. "Mau ngopi kok ribet amat" 😁
Tapi memang kalau ingin ngopi enak maksimal, ya mesti dilakukan dengan cara yang benar juga. he-he


Sebelum pulang, saya memutuskan untuk menyudahi 'petualangan' saya di Ruang Seduh ini dengan satu racikan manual brewing. Jadilah saya memesan single origin Ethiopia Konga yang diseduh dengan V60.
Tapi karena kata si barista kalau single origin ini sudah dikalibrasi sehingga tidak bisa memakai alat seduh yang lain, maka jadilah saya untuk pertama kalinya mencoba alat seduh manual selain V60 yaitu Walkure. Alat seduh dari Jerman, yang terbuat dari porselin asli sehingga bisa menjaga kopi agar tidak cepat dingin.**

Menurut yang saya baca dari berbagai sumber, proses kalibrasi ini sangatlah penting untuk menjaga kualitas rasa dari si biji kopi. Kalau kata teman saya, proses kalibrasi ini dilakukan agar bisa menyamakan 'persepsi rasa' antara lidah yang satu dan lidah yang lain. Jadi ketika notes dari single origin yang diminum itu citrus, maka si A akan merasakan citrus ketika meminumnya, begitu pula si B akan merasakan citrus juga di setiap sesapannya, bukan malah merasakan sakit hati yang teramat dalam. ha-ha-ha 😝

WALKURE
(pic source: prima-coffee.com)
Segelas Ethiopia Konga--yang sayangnya benar-benar satu gelas saja. he-he--akhirnya menjadi sebuah kesudahan yang sungguh nikmat.
Walau saya tidak merasakan fresh apple seperti yang mereka tulis, tapi tak apalah, karena saya yakin 100% itu bukan karena kesalahan baristanya atau kualitas biji kopinya atau roasting profil-nya, tapi MURNI karena lidah saya yang amatiran 😁


Ruang Seduh ini jadi satu ketidaksengajaan yang patut untuk disyukuri.



Tabe!


PS:
* dari berbagai sumber
** majalah otten coffee

➤ Alamat Ruang Seduh: Jl. Kemang Raya 8B (seberang Arion Swiss Bell Hotel - belakang toko buku Aksara [lewat samping kasir] - satu kompleks dengan 365 Eco Bar) Cabang Jogja: Jl. Tirtodipuran 46
➤ Buka setiap hari: 08.00 - 21.00
➤ IG: @ruangseduh

#SekapurSirih

Di tengah riuh kedai kopi. Di tengah obrolan hangat saat ngopi bersama sahabat. Di tengah cangkir unik dan latte art cantik nan fotogenik.
Ingatkah mereka akan peluh petani kopi di kebun nun jauh di sana ?


*Foto diabadikan saat event Festival Kopi Flores, tahun 2016