Selasa, 26 Desember 2017

Warung Hajar Bleh/Warkopman

Menemukan kedai kopi secara tidak sengaja adalah berkah.

Begitulah halnya dengan Warkopman ini. saya 'menemukannya' di Instagram, karena [entah kenapa] akun miliknya mem-follow saya yang fotografer abal-abal ini. Bahagianya tentu berlipat bagi saya yang fakir follower. Tak hanya menambah jumlah pengikut, tapi juga destinasi kopi bagi saya.

Tentu, seperti biasa, segera saya stalking akun Instagram si kedai kopi yang mem-follow saya itu. Mencari informasinya untuk disambangi.
Berita bagusnya, lokasi kedai ini berada sering saya lewati ketika mau ke Bogor. Hanya masuk lagi sedikit. Harga setiap menunya yang juga murah, membuat saya ingin secepatnya melipir kesana.

Namun, berselang satu atau dua bulan kemudian baru bisa saya datangi. Sudah hampir maghrib saat itu.
Tidak sulit menemukannya, karena patokan kampus Uhamka dan sebuah pusat kebugaran, yang cukup jelas. Yang menjadi masalah dan membuat saya sempat kebingungan bahkan hampir memutuskan untuk pulang, dikarenakan warung di samping gym itu (sesuai alamat yang tertulis) bukan Warkopman tapi Warung Hajar Bleh. Saya lupa slogannya. Pokoknya berhubungan tentang mie yang pedas begitu. Walau ada 'embel-embel' kopinya.

Hanya karena deretan stoples berisi biji kopi yang terlihat berjejer rapi di depan 'bar'-nyalah yang membuat saya memaksakan diri untuk masuk. Baru setelah melihat daftar menu, saya akhirnya yakin kalau tempat yang saya datangi ini adalah sebuah warung kopi. Setidaknya banyak menu kopi yang tersedia.

Saya sempat mengecek kembali akun Instagram Warkopman. Interiornya yang sama persis, membuat saya beranggapan kalau mereka hanya mengganti namanya saja.



Menu kopi yang tersedia memang cukup beragam. Ada espresso based, manual brewing, juga single origin nusantara yang cukup lengkap variannya. Dari Arabica Aceh Gayo, Mandailing Malabar, hingga Flores Bajawa dan Papua Wamena.

Biasanya, kalau agak ragu dengan kedainya [sok sekali 😁], saya selalu memesan 'menu kunci' yaitu KOPI TUBRUK. Entah kenapa, saya merasa kalau kopi tradisional Indonesia itu selalu enak, siapapun peraciknya.
Begitupula Arabica Ijen Tubruk yang saya pesan di Warung Hajar Bleh ini. Nikmat apa adanya. Membuat saya yang tadi sempat kebingungan, menjadi sumringah lega. Kopi tubruk yang biasanya 'berat', terasa begitu 'ringan' di sini. Aroma coklat dari si kopi Ijen pun menyeruak tak karuan.

Menutup hari dengan kopi nikmat memang sungguhlah indah.


Tapi, seperti slogan mereka, di Warung Hajar Bleh ini ada beberapa macam menu Indomie Pedas, yaitu Mie Telor, Mie Tebas (Telor Bakso), Mie Tesis (Telor Sosis), Mie Tekor (Telor Korned), Mie Juned (Keju Korned), Mie Tomyam dan Mie Tenderloin. Juga menu lain seperti nasi goreng, roti panggang, sandwich, snacks, dan menu minuman non-kopi yang beragam.
Dengan harga mahasiswa alias terjangkau, karena memang sasarannya adalah para mahasiswa Uhamka yang ingin nongkrong sehabis kuliah.

Jadi jangan kaget ketika sedang asyik-asyiknya ngopi, tiba-tiba dari pintu masuk muncul serombongan anak kuliah dengan suara lantang penuh canda tawa, bahkan ketika sedang menikmati makanan atau minuman pesanan mereka.
Seperti yang saya 'alami' saat itu.

Karena suasananya yang 'mahasiswa banget' itulah, membuat kedai kopi ini menjadi tempat yang kurang tepat bagi yang mau menyendiri atau mau mencari inspirasi sambil ngopi. Tapi kalau sekedar untuk ngopi menghabiskan waktu, bolehlah melipir kesini.


Entah dia Warung Hajar Bleh atau Warkopman, yang jelas kedai kopi ini menjadi berkah tersendiri bagi para mahasiswa-mahasiswi untuk bisa tetap ngopi enak, tanpa harus menilep uang buku, atau menggadaikan kehormatan. Lah! hehe. piss yo 😜



Tabe!


PS:
> Alamat Warung Hajar Bleh/Warkopman: Jl. Tanah Merdeka No. 23A (King Gym UHAMKA) Pasar Rebo, Jakarta Timur.
> Jam buka: 12.00 - 24.00 (minggu & hari libur tutup)
> Untuk situasi terkini, silahkan cek sendiri ke IG: @warbleh

Kamis, 07 Desember 2017

WISANG KOPI yang Tanpa 'Gelombang'

Kopi dan gelombangnya.
Mungkin bagi sebagian orang menjadi sesuatu yang terdengar asing. Begitupun saya pada awalnya. Tahu kopi hanya sekedar "seduh & seruput", tidak dengan tetek bengek lainnya.
Namun, seiring mulai seringnya saya mengunjungi kedai kopi dan mulai 'sok-sokan' menjauhi kopi instant, saya 'terpaksa' mencari-cari artikel tentang kopi, agar tidak kagok ketika ngobrol dengan barista atau teman ngopi yang cantik di samping meja.

Secara garis besar, [saat ini] ada tiga 'gelombang' dalam dunia per-kopi-an. Seperti yang saya baca di Majalah Otten Coffee, 'gelombang pertama' diawali pada tahun 1800-an. Pada 'gelombang' ini yang dikedepankan adalah kepraktisan dan kemudahan demi konsumsi kopi yang sebanyak-banyaknya. Harga terjangkau dan mudah disajikan, namun kualitas rasa yang bisa dikatakan buruk.
'Gelombang kedua' lahir karena 'kopi buruk' tersebut. Peminum kopi di era ini menginginkan kopi yang nikmat dan mau mengetahui asal-usul dari kopi yang mereka minum. Kopi bukan hanya minuman, tetapi sebuah proses. Namun hal itu menjadikan ritual minum kopi berubah menjadi gaya hidup, seiring munculnya bisnis kedai kopi dan cafe di kota-kota besar.
Sementara 'gelombang ketiga' (third wave coffee)--yang muncul sekitar tahun 2002--ditandai dengan mulai tertariknya para peminum kopi terhadap kopi itu sendiri. Mulai dari asal bijinya, prosesnya hingga saat kopi disajikan.


* * *
"Kedai Kopi dan Rumah Sangrai Tanpa Gelombang".
Tulisan di depan kaca kedai kopi yang berlokasi di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan itu, menjadi slogan bagi Wisang Kopi. Namun itu tidak lantas membuat mereka mengabaikan segala hal tentang kopi yang disajikan. Karena saat saya kesini, si pemilik sekaligus tukang seduh, tetap menjelaskan asal biji kopi yang saya pesan, proses pengolahan bijinya, juga profil roasting-annya, dan lalu menanyakan rasa kopinya  setelah saya minum.

Untuk alat seduh, Wisang Kopi adalah salah satu dari sekian banyak kedai kopi yang hanya mengandalkan manual brewing semata, tanpa mesin espresso dan alat giling kopi mahal. Pun tanpa koneksi internet dan suasana mewah. Wisang Kopi hadir untuk yang benar-benar suka kopi dan menikmati pembuatannya.


Menempati sebuah bangunan kecil dengan bentuk memanjang di sudut sebuah rumah, hanya sekitar 24 meter persegi, kedai kopi ini cukup nyaman untuk sekadar ngobrol santai sambil ngopi.
Biji kopi pilihan yang ditawarkan di sini pun sangat beragam, yang kebetulan di-roasting sendiri oleh mereka.

Wisang Kopi berada di Jl. H. Abdul Majid No. 67, Cipete, Jakarta Selatan. Buka dari Senin hingga Sabtu, dari jam 7 malam sampai 12 malam, dan libur di hari Minggu karena mau turut Ayah ke kota naik delman istimewa.


Seperti kopi Papandayan pesanan saya waktu itu, yang diseduh dengan Kono Filter, 'ngopi tanpa gelombang' pun tetap nikmat apa adanya.



Tabe!


*maafkan kualitas foto-fotonya. Hape saya ini suka hilang kecanggihannya kalau low light. hehe

Jumat, 01 Desember 2017

#SekapurSirih

Selalu ada ide yang muncul di kedai kopi. Membuncah di tengah harum kopi yang khas. Mengalir seiring bibir menyentuh cangkir, dan seteguk nikmat membasahi lidah.


lokasi : Bengawan Solo Coffee, Duta Merlin, Harmoni, Jakarta.

*Artikel selengkapnya bisa dibaca di sini ← diklik ya kalau mau baca 😉