Rabu, 28 Mei 2014

Damai di Kaki Gunung Salak

Derit gerbong KRL (Kereta Rel Listrik) mengantarkan saya kembali ke Kota Hujan, Bogor. Akhirnya rencana untuk melihat sebuah pura indah yang pernah diceritakan teman saya waktu itu terlaksana juga.
Untuk mencapai Pura yang berlokasi di Desa Warung Loa, Kec. Taman Sari, Ciapus itu, saya harus melanjutkan dengan menggunakan angkot dari Stasiun Bogor ke arah Bogor Trade Mall, kemudian sekali lagi naik angkot 03 jurusan Ciapus - Ramayana arah Warung Loa.
Setelah hampir satu jam di atas angkot, baru terlihat sebuah papan petunjuk, bertuliskan Pura Parahyangan Agung Jagatkartta.

Jarak satu kilometer dengan medan yang menanjak, ternyata bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilalui dengan berjalan kaki. Cukup melelahkan. Makanya saat sampai, saya langsung cari spot yang pas untuk rehat sejenak, di bawah rimbunan pohon cemara yang ada di halaman Pura, sambil memandanginya dari jauh.
Tegak berdiri dengan latar Gunung Salak. Terlihat begitu megah, anggun dan indah sekali. Angin pegunungan yang sejuk dan alam yang begitu asri, membuat siapa pun akan betah berlama-lama disini untuk menikmati keindahannya dan merasakan kedamaian di hati.

Konon Pura Parahyangan Agung Jagatkartta ini adalah Pura terbesar di luar Bali, setelah Pura Besakih. Didirikan pada tahun 1995 dengan biaya kurang lebih Rp 15 milyar, dan pembangunannya memakan waktu selama lima tahun. Sebelum Pura dibangun, terlebih dahulu di bangun sebuah candi dengan patung macan berwarna putih dan hitam. Ini untuk menghormati Prabu Siliwangi beserta para prajuritnya yang konon menjelma menjadi macan yang menjaga tanah Sunda. Diyakini kalau di sinilah tempat petilasan sang raja.
Lokasi berdirinya Pura ini awalnya dikenal sebagai tempat Batu Menyan. Batu yang mengeluarkan asap dupa setiap hari. Di batu itu pula, seringkali masyarakat melihat cahaya putih, sinar terang, dari langit turun ke batu. Juga rumput-rumput yang bersinar terang. Karena fenomena alam itulah yang membuat tempat ini dipilih untuk dibangun sebuah Pura suci.

* * * * *

Sayangnya saat itu pengunjung tidak diperbolehkan untuk melihat dari dekat, hanya sampai di bagian yang sudah diberi batas berupa pagar dari tali. Bahkan tidak berapa lama, pengunjung disuruh keluar oleh para pecalang, karena lokasi Pura mau ditutup. Kemungkinan sedang ada upacara keagamaan, karena terlihat banyak umat Hindu yang berdatangan untuk melakukan sembahyang.
Namun walaupun hanya sebentar di sana, saya cukup senang karena rasa penasaran saya sudah terobati.






[27.05.14]

*disclaimer : all photos jepretan ane!

*NB :
  - Tidak semua angkot 03 sampai Warung Loa. Harus tanya dulu.
  - Waktu berkunjung : 11.00 - 15.00. Saat hari raya agama Hindu, Pura ditutup untuk umum

Senin, 26 Mei 2014

Melipir Sejenak ke 'Hutan' Kota Bogor

Tiupan angin yang sejuk langsung 'menyapa' wajah saya saat masuk ke pintu gerbang Kebun Raya Bogor. Udara yang segar itu kuhirup dalam-dalam, hingga memenuhi seluruh rongga paru-paru, berharap bisa membersihkan semua kotoran yang ada di dalamnya, akibat polusi udara Jakarta. Bau dedaunan yang khas, seolah menjadi aroma terapi bagi tubuh.

Ini pertama kalinya saya ke sini. Kebetulan bulan lalu ada dinas kantor (asik :D) ke kota ini, yang kebetulan juga terpaksa harus pakai kereta api, akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi tetangga dari Istana Bogor ini. Anggap saja ini Wisata Colongan. Lokasinya yang hanya sekitar 700 meter dari Stasiun Bogor adalah salah satu alasannya.

Kebun Raya yang katanya sudah ada sejak masa pemerintahan Prabu Siliwangi (dalam bentuk hutan/taman buatan), mulai resmi didirikan pada tahun 1817, dengan nama Lands Plantentuin te Buitenzorg. Tempat yang merupakan salah satu ikon Kota Bogor ini luasnya mencapai 87 hektare, dengan koleksi pohon dan tumbuhan sebanyak 15.000 jenis.

Oke lupakan masalah tetek bengek seperti itu, terutama paragraf pembuka yang sok iye diatas. Menurut saya tempat ini adalah tempat yang pas untuk menjauhi sejenak rutinitas keseharian kita, tempat untuk melepaskan semua stres, galau, bete dan kawanannya. Disini, semua hal negatif itu bisa hilang, terbang bersama angin, dan dihisap daun-daun bersama CO2. Siapa tau bisa membantu memperlancar proses fotosintesis.

;)
Suasana sejuk dan asri itu, sangat cocok bagi kalian (termasuk saya) yang hobi baca. Bawalah buku kalian, bila perlu satu perpustakaan pindahin kesini, dan nikmati setiap lembar halaman, setiap kata per kata, ditemani 'sentuhan' angin sepoi-sepoi yang menenangkan. Saya jamin, selain bisa cepat memahami isi buku, kalian pasti bisa cepat tidur.
Saya jadi membayangkan, kalau meeting di tempat seperti ini, enak ya. Suasananya pasti tidak semenyebalkan dan menegangkan saat meeting di dalam ruangan. Mungkin dengan begitu, pikiran jadi terbuka, sehingga ide-ide ciamik nan sensasional bisa muncul dengan sendirinya.

;)
Bagi kalian para pasangan yang sedang dimabuk asmara tiada terkira, disini juga bisa menjadi tempat kencan romantis abis. Coba ajak pasangan anda kesini, cari tempat yang nyaman, mungkin sedikit jauh dari keramaian, atau bisa juga di dekat kolam yang berseberangan dengan Istana Bogor (sambil bayangin kalau kalian Bung Karno & Ibu Fatmawati). Kalau sudah ketemu tempat yang pas, tinggal gelar tikar, keluarkan rantang, and have lunch together sambil suap-suapan. Romantis kan!
Tapi, saya hanya merekomendasikan untuk makan siang, bukan makan malam. Selain sudah tutup, juga takut kuntilanak nebeng minta makan bareng =))
Trus bagi yang ingin foto pre-wedding dengan tema Tarzan & Jane, menjatuhkan pilihan ke tempat ini adalah hal yang sangat pas sekali. Sudah banyak photographer yang mengambil setting pemotretan di sini (dengan beragam tema tentunya).

;)
Tapi sebenarnya Kebun Raya Bogor ini lebih cocok lagi sebagai tempat rekreasi edukasi bagi anak-anak, untuk memberikan pelajaran tentang alam, tentang dunia tumbuh-tumbuhan. Mungkin tidak harus se-ribet ilmu-ilmu botanical gitu, tapi cukup sekedar mengenalkan anak tentang keanekaragaman hayati yang ada, bahwa tumbuh-tumbuhan itu tidak hanya bunga di taman, rumput di halaman, atau pohon angsana di jalanan, tapi banyak sekali jenisnya.
Selain itu juga sekaligus mengajarkan kepada mereka untuk dekat dengan alam, sehingga bisa mencintai dan menjaga lingkungan disekitarnya.

;)
;)
Intinya, mengeluarkan Rp. 14.000 dari dompet (diluar transport :D), sangat worth it lah dengan apa yang kita dapatkan, terutama kandungan O2 yang kita hirup selama berada disini.




[24.04.2014]

*disclaimer : all photos jepretan ane!

Sabtu, 24 Mei 2014

Theater (of my) Dream

Suatu siang sekitar bulan Oktober tahun 2000, saat pulang sekolah, saya dan teman-teman mendapati seorang pedagang yang menggelar jualan di samping sebuah toko, tepat di jalan keluar sekolah kami, SLTP Negeri 1 Nita. Saat kami hampiri, ternyata dia menjual berbagai poster, mulai dari band/musisi, pemain/klub bola, aktor/aktris, rohani dan masih banyak lagi. Alhasil kami langsung mengerubuti dan mulai memilah-milah poster yang bagus.

Setelah cukup lama memilih, akhirnya pilihan saya jatuh ke sebuah poster yang menampilkan sederetan pemain bola berkostum merah, yang berbaris rapi dengan 3 trophy di depannya, plus spanduk bertuliskan Manchester United Treble Winner.
Saya hanya beli satu poster ini saja, maklum di saku hanya ada Rp. 6.000, hasil dari puasa jajan selama 3 hari, sementara harga satu poster Rp. 5.000.

*google pic ][ posternya bukan seperti ini sih sebenarnya :)
Entah kenapa saya langsung tertarik dengan poster itu, padahal satu-satunya yang bisa saya kenali waktu itu hanya David Beckham saja.

Usut punya usut, ternyata satu tahun sebelumnya, di musim 1998/1999, Manchester United berhasil merengkuh tiga gelar bergengsi yaitu English Premier League, FA Cup dan UEFA Champions League.
Hal itu membuat saya bangga memiliki poster dari sebuah tim hebat, dan mulai mengidolakan tim berjuluk Setan Merah itu. Walaupun sebenarnya belum pernah nonton pertandingan MU di tivi. Maklum kampung saya yang ada di pedalaman Flores itu tidak bisa menerima frekuensi TV swasta. Satu-satunya TV yang bisa diterima antena biasa hanya TVRI (sampai sekarang juga masih. bedanya di tiap rumah sudah ada receiver digital, jadi bisa dapat).
Sebenarnya waktu itu ada dua rumah yang bisa dapat siaran TV swasta, karena mereka menggunakan parabola. Tapi saya dan teman-teman yang lain hanya nonton Yoko dan Bibi Lung saja disana.

Tapi hal itu tidak mengurangi rasa ingin tahu saya akan klub yang mulai saya sukai ini. Berita olahraga di TVRI dan di Koran Pos Kupang langganan Ayah saya, menjadi santapan setiap hari untuk tetap update kabar terbaru dari tim asuhan Sir Alex Ferguson ini. Kliping-kliping gambar Beckham, Roy Keane, Giggs, Scholes, dan yang lainnya, mulai memenuhi setiap sudut kamar. Begitu pula poster-poster baru yang mulai rajin saya beli.

Saat mulai kuliah di Jakarta, tahun 2005, kecintaan saya pada 'satu-satunya' klub sepakbola di kota Manchester ini semakin meningkat (Manchester City itu klub bola pingpong. hehe). Hal ini karena saya sudah bisa rutin menonton tayangan live pertandingan Liga Inggris setiap minggunya.
Kemenangan MU selalu bikin bahagia. Kekalahan? Kecewa pasti, dukungan tak berubah, tetap bergelora.

Kesempatan untuk menyaksikan idola-idola dari ranah Inggris Raya itu secara langsung, sebenarnya datang saat tahun 2009 lalu, tepatnya tanggal 20 Juli, dimana dalam rangka tur Asia, MU akan melawan Indonesia All Star. Semua informasi kegiatan mereka saat di Jakarta mulai saya cari, terutama jadwal konferensi pers dan jumpa fans, dengan harapan bisa bertemu para pemain untuk minta foto bareng plus tandatangan. Yah minimal tim official-nya deh.
Sayang semuanya dibuyarkan oleh ledakan bom di JW Marriot dan Ritz Carlton, di kawasan Mega Kuningan, dimana salah satunya adalah hotel yang akan menjadi tempat menginap para punggawa Setan Merah. Aaargh, Dani Permana - Nana Maulana, kalian jahat! Pupus deh harapan saya.
Alih-alih berharap mereka (MU) datang lagi ke Indonesia, saya lebih memilih untuk fokus mendukung mereka dari layar kaca. Realistis saja. Orang pasti trauma keleus sama kejadian seperti itu.

* * *

Mulai beberapa bulan lalu, lewat akun official klub di Instagram (kebetulan saya follow), setiap minggunya setelah selesai pertandingan, si mimin akun itu selalu memposting foto kiriman dari para fans yang menonton secara langsung, baik di Old Trafford maupun di stadion tim lawan. Saat melihat foto-foto itu, saya seakan terbawa langsung kesana, berada di dalam kerumunan bersama suporter lain sambil menyanyikan anthem Glory-Glory ManUnited.
Terbersit dalam pikiran untuk pergi menonton langsung pertandingan MU di stadion kebanggaan klub idola saya itu. OLD TRAFFORD. THEATER OF DREAMS.
What?!
Nonton langsung disana?
Realistis ajalah bro. Makan saja masih sekitaran telor - ikan cue, mau gaya-gayaan. Ke Bandung saja masih ngangkot, ini mau ke Inggris. Butuh puasa berapa bulan itu.
Ah saya terlalu tinggi bermimpi.

Tapi..........
Coba bayangkan kalau foto selfie di bawah ini background-nya bukan tempat jemuran baju di kosan saya, tapi kumpulan para suporter di Stretford End atau Sir Alex Ferguson Stand, yang penuh semangat mendukung tim yang kami bangga-banggakan itu.

=))
Menyaksikan dari dekat saat Rooney menggetarkan jala gawang lawan dengan tendangan kerasnya, David De Gea yang berjibaku menghalau bola yang dilesakkan pemain lawan, juga aksi pemain lainnya.
Merasakan keriuhan sorak sorai kemenangan MU atas lawan-lawannya (yang menjadi jarang selama satu musim terakhir ini). Merayakannya dengan menyuapkan Mister Potato dan Smax Ring ke cewek bule disamping. Lho?
Melihat secara langsung kreasi arsitek anyar, Louis Van Gaal, yang berkolaborasi dengan Ryan Giggs, legenda hidup Setan Merah.
Meneriakan segala macam anthem bersama suporter lain, sampai lawan bergidik takut, dan merasakan sensasi euforia luar biasa seperti yang sering saya rasakan saat mendukung timnas Indonesia di Gelora Bung Karno.
Juga melakukan napak tilas sejarah klub di Museum Old Trafford di sana.

Ah saya kembali meracau. Wake up man! Bunga tidur seindah itu kadang bisa bikin galau tingkat dewa. Melihatnya dari layar kaca 21 inchi di kamar kos pun sudah cukup. Toh jauh di mata dekat di hati.
Tapi.......
Hey ada banyak jalan menuju ke Roma kan. Where there's a will, there's a way, kata Jajang Sempoa.
Saya bisa bikin perahu, mengarungi lautan menuju ranah Britania, sekali dayung 2-3 pulau terlewati. Terbang gratis pakai baling-baling bambu juga bisa. Bisa gila.
Momen Pilpres Juli nanti juga bisa jadi solusi bagi saya menuju Inggris, melihat Old Trafford. Saya buka saja stand khusus untuk menerima 'serangan fajar'. Pasti bisa untung banyak. Duit-duit dahulu, coblos-coblos kemudian.
Saya juga bisa ikutin saran Bang Steny buat bongkar-bongkar gudang, siapa tahu ada barang tak terpakai yang bisa dijual di Bukan Toko Bagus. Kalau bisa jadi duit, kenapa enggak.

Harus optimis. Yakusa. Yakin Usaha Sampai. Apa saja akan saya lakukan, demi sowan ke Ratu Elisabeth :D
Biarpun bumi berguncang, saya harus bisa pergi ke Inggris. Andaikan matahari terbit dari barat, tetap harus bisa ke Inggris. Tak sebilah pedang yang tajam dapat pupuskan  keinginanku ini =))
Rooney dkk butuh dukungan moril secara langsung dari saya. MU pasti kembali jadi raja, karena kehadiran saya di sana. Saya kepedean sekali ya. Ah sudahlah.

*google pic

*google pic
Theater of Dream.....
Teater Impian.....
Teater Mimpi.....
Theater of my dream.....
Berharap datang Megan Fox tuk wujudkan mimpi itu.....

Sabtu, 17 Mei 2014

Nyasar Ke Curug Bidadari

Berbekal informasi seadanya, yang saya print dari internet, libur hari raya Waisak kemarin saya memutuskan untuk jalan-jalan ke Curug Bojong Koneng.


Dari informasi itu ditulis kalau mau kesana, bagi yang menggunakan angkutan umum, bisa naik bus dari Blok M ke Sentul City.
Info yang sederhana bak nasi kucing itu sempat membuat saya kelabakan, karena setelah sampai di Terminal Blok M, saya tidak tahu jalur bus yang dimaksud. Setelah beberapa kali bertanya, beruntung ada petugas dishub berhati malaikat yang memberitahu kalau bus itu biasanya ngetem di Jl. Palatehan, samping lapangan Mabes Polri. Walaupun sebenarnya dia pun masih ragu dengan jawabannya itu. Bahkan Sentul pun dia pikir ada di Tangerang.

Dampak info seadanya itu berlanjut, karena ternyata bus itu jumlahnya tidak banyak, jadi ada jadwal jam berangkatnya, dan alhasil saya harus menunggu 2 jam sampai busnya tiba.
Sampai di Terminal Sentul City, lalu disambung naik ojek (sesuai info). Hanya satu kalimat dari saya, "Bang, ke Curug Bojong Koneng!". Ongkosnya 15 ribu kata si abang ojek yang rupawan tiada tara itu.

Perjalanan dengan ojek ini sangat menyenangkan dan memanjakan mata, karena area perumahan Sentul City yang begitu sejuk, tertata rapi, hijau dan asri. Ternyata tidak hanya saat naik-naik ke puncak gunung saja, disini pun kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara.
Tampak beberapa rumah modern nan mewah berdiri megah. Rumah-rumah dengan harga selangit, fantastis bombastis, yang mungkin bisa saya beli setelah kerja 350 tahun lamanya.
Pemandangan yang sangat kontras sekali, saat masuk ke daerah perkampungan penduduk di belakangnya. Walau suasana perbukitan masih terasa menenangkan jiwa.

Sayang ketenangan itu sedikit terusik saat sampai di tujuan. Setelah saya kasih uang 20 ribu, si abang ojek bukannya kasih kembalian 5 ribu tapi malah minta 50 ribu, dengan dalih kalau jaraknya jauh (emang jauh sih). Kirain cuma di Desa Bojong Koneng saja katanya. Oh tidaaak, dia mengingkari janjinya. Seketika wajah rupawan tiada tara tadi berubah dan terlihat sangat menjijikan.
Karena dia terlalu memaksa, akhirnya saya keluarkan jurus pamungkas, dengan merubah raut wajah saya menjadi wajah neraka ala pria-pria maskulin Indonesia Timur. And it's work again! Dia hanya minta ditambahkan 10 ribu saja. Dan semoga dia bisa berfoya-foya dengan uang 30 ribu itu.

Masuk ke arah curug, saya memutuskan untuk jalan kaki, setelah melihat ada Kampret Man yang menarik retribusi dari setiap kendaraan yang masuk.
Tiket masuk ke arah curug ini sebesar 25 ribu. Walaupun setelah membelinya, naluri detektif saya muncul dan menduga kalau tiket itu bodong.

sampe pulang tiketnya msh utuh. tdk dirobek sisi u/ pengelolanya
Dan dengan analisa detektif abal-abal itu, saya mulai curiga kalau ini bukan curug yang ingin saya datangi. Di info yang saya miliki, tertulis biayanya 5 ribu saja.
Walaupun sebenarnya tidak perlu pakai analisa juga bisa tau kalau ini curug yang lain. Kan di tiketnya tertulis Air Terjun Bidadari, bukan Air Terjun Bojong Koneng.
Drama sedikit tak apalah, biar tulisannya jadi cetar membahana badai.

Perasaan tercengang, nganga, membelalak, sesenggukan, dan lain sebagainya itu sudah tidak ada lagi. Air terjunnya memang bagus, sudah dikelola entah oleh siapa, ada wahana berupa kolam renang dangkal juga pancuran air dan yang lainnya. Cocok untuk liburan keluarga.
Tapi ya begitulah. Ini bukan tempat yang ingin saya datangi awalnya. Saya tenggelam dalam lautan luka dalam.
Tapi bukankah hal-hal tak terduga seperti ini, menjadi bumbu penyedap sebuah perjalanan?

Usut punya usut, ternyata di daerah Bojong Koneng memang ada 2 curug/air terjun. Curug Bidadari ini adalah curug 1, sementara itu masih ada curug 2 di bawah sana yang tidak terlalu dikenal. Mungkin itu Curug Bojong Koneng yang ingin saya datangi tadi.
Saat pulang, sempat ditunjukkan sama tukang ojek, jalan setapak yang menuju curug 2 itu. Tidak jauh dari Kantor Desa Bojong Koneng. Mungkin lain waktu, kalau tak ada aral melintang, saya akan kesana lagi.

:)
;)
:D
:))
:p

-15.05.14-

*Disclaimer : semua foto jepretan ane ;)

Sabtu, 10 Mei 2014

Mengais 'Sesuatu' di Atas Atap

Setiap orang pasti memiliki satu tempat favorit untuk merenung, berpikir, mencari ilham atau mengerjakan sesuatu. Ada yang di dalam kamar, di pantai, atau tempat lainnya.
Saya pernah membaca sebuah artikel di koran tentang seorang penulis Indonesia (lupa namanya), yang selalu menulis novel di salah satu sudut kamarnya, dekat jendela.
Soe Hok Gie banyak mendapatkan inspirasi di atas gunung.
Beberapa tokoh memiliki satu sudut favorit di rumahnya atau di tempat yang jauh dari keramaian, untuk sekedar 'melipir' dari rutinitas.
Dan tempat favorit saya adalah di atas atap. Berbagai kegiatan di luar rutinitas keseharian, saya lakukan di sana.

Kebiasaan ini dimulai saat saya masih kuliah. Bersama beberapa teman kosan, kami sering menghabiskan waktu bersama di atas atap. Kebetulan saat itu, kamar kos yang berada di lantai dua, sejajar dengan atap rumah disebelahnya.
Banyak yang kami lakukan. Ngobrol ngalor ngidul, membahas masalah kampus, masalah pribadi, perkembangan politik, dunia aktivis mahasiswa, berdiskusi tentang kegiatan organisasi yang sedang dilakukan, menghayal tentang masa depan, nyanyi-nyanyi gak jelas, atau sekedar tidur-tiduran memandangi langit (kalo sedang banyak bintang). Kadang sampe tidur benaran.

Dari situlah akhirnya saya mulai menyukai dan menjadikan atap sebagai tempat favorit saya.
Menikmati sore, melepas penat setelah kerja, sambil menyeruput segelas kopi panas. Sangat menenangkan sekali. Kadang itu saya lakukan sembari membaca buku terbaru.

Cuma bergaya buat difoto aja. Udah gelap mana bisa baca :D
Suasana sore, bagi saya juga adalah waktu yang tepat untuk merangkai kata-kata menjadi sebuah puisi. Sebagian puisi saya dihasilkan diatas atap ini (sore tentunya).

Atap saya jadikan sebagai tempat untuk merenung, mengevaluasi apa yang saya lakukan seharian, flashback ke masa lalu, juga menyusun strategi untuk masa depan.
Saat hati sedang gundah gulana, galau tingkat dewa kalau kata anak alay, atap juga menjadi tempat pelarian yang pas. Dekat, murah meriah dan tidak ada efek samping :D
Hanya dengan berbaring, tutup mata, kosongkan pikiran, biarkan angin sore yang sepoi-sepoi aduhai 'menjamah' seluruh tubuh. Tetap tenang seperti itu sampai hati dan pikiran mulai merasa damai, baru buka mata pelan-pelan. Semua masalah tadi pasti akan hilang dengan sendirinya. Trust me, it works!

Dan kalau anda beruntung, penampakan seperti di bawah ini akan membuat hati anda bahagia tak terkira.

Foto yang saya ambil dari atas atap kosan. Indah kan! ;)
Lebih beruntung kalau bisa lihat cewek rumah sebelah yang baru habis mandi, lagi jemur baju. Masih basah-basahan. Mungkin masih pakai handuk saja. Dan, ..........................
Selebihnya tergantung imajinasi anda masing-masing :))

Okay. Mari menuju ke atap! ;)

Selasa, 06 Mei 2014

Seserenek

Setiap daerah di Indonesia pasti punya banyak macam permainan tradisional. Dan biasanya dalam sebuah permainan tersebut, ada nyanyian yang mengiringinya. Kalau dalam bahasa Jawa istilahnya lagu dolanan (semoga benar :D).
Lagu-lagu itu bisa dibilang sebagai original soundtrack dari permainan yang sedang dilakukan tersebut. Karena biasanya beda jenis permainan, beda pula nyanyiannya.

Di kampung saya (Maumere-Flores), salah satu lagu dolanannya adalah lagu yang mungkin bisa saya kasih judul Seserenek ini.
Liriknya seperti berikut :

Blutuk lunu ha
Lete le bao klereng
Nora wong seserenek seserenek
Bao klereng boga
Ina ooo
Ina ooo
Lima a'un boga golo
Ama ooo
Ama ooo
Ala a'un bemok sawe

Terjemahan bebas dari saya :

Sekelompok bocah
Meniti ranting beringin
Sambil teriak seserenek seserenek
Ranting beringin pun patah
Oh Ibu
Oh Ibu
Tanganku patah
Oh Ayah
Oh Ayah
Kepalaku memar

-------------------------------------------------

Seserenek itu adalah gerakan menggoyang ranting/batang pohon dengan seluruh badan, pada saat kita berada diatasnya.
Maka dari itu, permainan ini bisa dibilang sangat ekstrim (untuk ukuran anak-anak), karena lagu ini biasa dinyanyikan pada saat melakukan hal itu (seserenek).

*mudah-mudahan tulisan ini menjadi salah satu arsip budaya, untuk masa datang :D

Jumat, 02 Mei 2014

Ole O Ina Nona

Lagu daerah wajib yang selalu dinyanyikan waktu SD, entah di saat bermain, di dalam kelas, atau saat ujian praktek kesenian.

Berikut liriknya :

Ole o Ina Nona
O bai pare o Ina Nona
Ole o Ama Peke
O bana manu o Ama Peke
Gu'a dena ropo-ropo
Oa le'u pano an
Le Habi Gete an
Walong bin ko e'on bin

Lau ne di le an
Hama ne du gase galeng
Telan reta di waen pehan
Hugu wawa di ora lun

Terjemahan bebas dari saya :

Oh Ibu
Tumbuklah beras, Ibu
Oh Ayah
Berburulah ayam, Ayah
Cepatlah masak
Aku makan lalu pergi
Ke Habi Gete
Entah pulang atau tidak

Pergi ke pantai
Pasir berserakan terinjak
Mendongak dengan muka sendu
Menunduk dengan isak tangis

*mudah-mudahan tulisan ini menjadi salah satu arsip budaya, untuk masa datang :D