Jumat, 02 Januari 2015

Mencari Pegal di Surabaya

Karena urusan yang hanya sebentar, saya pun memutuskan untuk pulang pergi saja sehari saat melakukan perjalanan ke Surabaya awal Desember 2014 lalu.
Dari awal memang sudah kebayang 'perjuangannya', mengingat jadwal pulang besoknya dari Surabaya adalah pukul 12.00 siang. Itu berarti saya hanya punya waktu disana sekitar 6 jam saja.

-------------

Tepat pukul 14.10 (sesuai jadwal di tiket) KA Kertajaya yang saya naiki mulai berangkat perlahan meninggalkan  Stasiun Pasar Senen. Walau tiket yang saya beli itu kelas ekonomi yang paling ekonomis, tapi nyaman sekali ternyata. AC-nya sangat dingin. Entah benaran dingin, atau karena adanya persis di atas kepala saya. Ditambah lagi diluar turun hujan.
Di depan saya duduk dua orang wanita yang sudah berumur, tapi masih ada sisa-sisa ke-unyu-an masa muda, karena selalu ajak ngobrol sambil ketawa-ketawa.

Ibu-ibu unyu di atas kereta

Pemandangan tidak mengenakan seperti beberapa tahun lalu sudah tidak terlihat lagi. Kenyamanan inilah yang akhirnya menjadi topik pembicaraan saya dengan 'teman-teman' sebangku selama perjalanan, sampai akhirnya satu per satu mulai terbuai dengan mimpi indah masing-masing. Tepar. Kami lelah.

Perubahan positif ini juga berimbas pada jadwal tibanya kereta di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Kami hanya lebih lama 8 menit (00.53) dari yang seharusnya. Kaget juga, karena saya memperkirakan tiba pas subuh. Alhasil, terpaksa memutuskan untuk tidur beberapa jam di stasiun.

Nongkrong di stasiun_baca buku

Untungnya banyak juga yang seperti saya, menunggu datangnya pagi di stasiun (kayak judul FTV), jadi tidak merasa diri bagai binatang jalang dari kumpulannya yang terbuang gitu.

Sekitar setengah 4 pagi, dibangunkan oleh lalu lalang para penumpang yang baru turun dari KA Argo Gumarang. Dan karena lantai stasiun itu tidak senyaman rumput-rumput yang ditiduri Syahrini di Italia, punggung pun mulai terasa pegal, saya memutuskan menuju salah satu 'tempat tongkrongan' di depan stasiun, sekedar untuk menikmati segelas kopi dan gratis wifi.
Baru pukul 05.00 pagi, saya mulai melangkahkan kaki keluar dari area stasiun, sambil mengabaikan suara para laki-laki penggoda yang menawarkan ojek, becak dan taksi.

Suasana pagi di Surabaya ternyata masih sangat 'manusiawi' dibandingkan Jakarta. Masih terasa seperti pagi yang sebenarnya. Udaranya adem, belum ada hiruk pikuk warga dan masih sedikit kendaraan yang lalu lalang.
Berjalan kaki menikmati sesuatu yang langka seperti ini memang wajib dilakukan. Terlihat beberapa orang, yang sialnya laki-laki semua, sedang lari-lari santai di beberapa ruas jalan (di trotoar. kalo di tengah jalan bisa mati ketabrak).

Suasana Surabaya di pagi hari

Bagian depan Tugu Pahlawan Surabaya_Patung Soekarno-Hatta

Sunrise di Tugu Pahlawan Surabaya

Gereja katholik tua di Surabaya

Sialnya, karena saat sampai masih terlalu pagi, tempat yang saya tuju masih tutup semua. Bolak-balik, nongkrong sampai ngantuk, ternyata baru buka setengah 10. Itu berarti saya hanya punya 2 jam lagi karena harus pulang lagi ke Jakarta nanti pukul 12.00. Apalagi mengingat jam berangkatnya kemarin yang tepat waktu, sepertinya tidak boleh terlambat semenit pun.

Urusannya jadi sedikit kurang maksimal karena terburu-buru. Ditambah lagi udara Surabaya yang mulai tidak bersahabat seperti pagi tadi. Panasnya bikin pusing kepala.

-----------------

Satu hari pulang pergi Jakarta - Surabaya dengan kereta kelas ekonomi paling ekonomis itu ternyata sangat melelahkan. Walau perjalanannya cukup nyaman, tapi posisi bangku yang kemiringannya cuma 70-80 derajat itu benar-benar mau mematahkan tulang belakang. Remuk redam tak terkira.
Coba kalau pas pulang, buka pintu kosan, ada yang sudah menanti dengan senyum manis dan seember air hangat buat mandi.
Ah sudahlah !



Tabe!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar