Rabu, 05 Februari 2014

Orang Indonesia & Bahasa Inggris

Fenomena penggunaan Bahasa Inggris di Indonesia ini makin lama makin aneh menurut saya. Bahkan kita cenderung 'mendewakan' bahasa dari tanah Britania tersebut. Kenapa saya bilang begitu, karena saya melihat Bahasa Inggris di Indonesia ini makin lama dijadikan seperti bahasa sehari-hari layaknya bahasa sendiri.

Oke. Saya tidak melihat kalau itu jelek. Justru itu (bisa berbahasa inggris) memang sangat dibutuhkan, mengingat perkembangan globalisasi yang begitu cepat saat ini, juga perdagangan bebas nantinya, hal ini pasti akan sangat menguntungkan untuk memudahkan komunikasi.
Hanya saja, seperti yang saya bilang di atas, saat ini orang Indonesia sudah menjadikannya (Bahasa Inggris) seperti bahasa sehari-hari. Apapun yang dibicarakan, bahkan dengan orang Indonesia sekalipun, selalu disisipkan dengan Bahasa Inggris, seolah dengan berbicara seperti itu bisa membuat dia terlihat keren, gaul dan cetar membahana di mata lawan bicaranya. Seakan kalau tidak seperti itu, rasanya bagaikan makan sayur tanpa garam, atau makan pecel lele tanpa sambal & lalapan, atau makan makanan bergizi (4 sehat) tanpa minum susu, tidak sempurna. Gak afdol beud.

Padahal tujuan kita belajar Bahasa Inggris itu, agar bisa berbicara dengan orang asing yang tidak bisa berbahasa Indonesia (tapi bisa Bahasa Inggris tentunya), bukan buat jadi anak gaul.
Saya pernah menonton satu acara talk show di TV. Ada satu bintang tamu yang sebelumnya menjawab dengan Bahasa Indonesia 100%, jadi berubah gara-gara bintang tamu berikutnya menjawab dengan Bahasa Indonesia - Inggris. Dia tidak mau kalah 'keren' sepertinya. Padahal yang nonton acara itu, kemungkinan  sebagian besar emak-emak di kampung, yang saya perkirakan pasti hanya planga-plongo mangap-mangap, sambil bilang : "ngomong opo cuk".

Belum lagi pembelajaran Bahasa Inggris sejak dini yang juga tak kalah 'wah'.
Saya pernah ketemu satu keluarga di supermarket, yang 2 anaknya (masih SD) sangat fasih berbahasa Inggris. Anehnya, anak-anak itu tidak sekalipun mengobrol dalam Bahasa Indonesia. Saya hampir saja mengira kalau saya sedang berada di Inggris, sebelum suara medok bapak mereka yang sedang menerima telepon dalam Bahasa Jawa membuyarkannya.
Pertanyaan saya, kenapa anaknya tidak disuruh ngobrol pake Bahasa Jawa saja, hitung-hitung melestarikan bahasa daerah sebelum punah sendiri (700 bahasa daerah terancam punah). Kenapa harus Bahasa Inggris coba. Kalau mau setiap hari berbahasa Inggris ria, lebih baik beli saja rumah di Bali, Lombok, Jl. Jaksa Jakarta, atau dimanalah yang banyak orang asingnya, biar bisa ngobrol dengan bule-bule nyasar disana setiap hari.

Yang lebih parah lagi, di Indonesia yang tercinta ini, kemampuan berbahasa Inggris seseorang, dijadikan tolak ukur tingkat intelektualitas yang bersangkutan.
Banyak sekali perusahaan yang mewajibkan calon karyawan untuk fasih berbahasa Inggris. Oke kalau itu perusahaan PMA (Perusahaan Modal Asing) atau perusahaan ekspor-import yang selalu berhubungan dengan orang asing. Nah kalau yang kemungkinannya sangat kecil untuk bersinggungan dengan pihak luar negeri, ngapain. Mungkin untuk beberapa posisi seperti receptionist, manager, dan beberapa yang lain, bolehlah untuk wajib fasih berbahasa Inggris karena kemungkinan bertemu dengan orang asing sangat besar. Nah kalau posisi-posisi yang hanya ada di balik meja dan di dalam ruangan seperti gadis pingitan, ngapain.

Bahkan beberapa lembaga pemerintahan pun mewajibkan calon PNS untuk fasih berbahasa Inggris, dengan mensyaratkan batas nilai TOEFL dari pelamar. Kementerian Perdagangan malah mewajibkan nilai TOEFL yang tinggi sebesar 500.
Yang aneh bagi saya, mau masuk lembaga pemerintahan Negara Indonesia kita tercinta, tapi harus lancar berbahasa Inggris. ???????? Memangnya negara kita ini anggota Persemakmuran Inggris Raya.
Saya setuju PNS harus fasih berbahasa Inggris (biar gak terlihat bego-bego amat), tapi saya tidak setuju kalau itu menjadi syarat untuk menjadi PNS. Seharusnya menurut saya, syarat tersebut ditiadakan saja. Nanti setelah masuk, baru diwajibkan untuk mengikuti program kursus Bahasa Inggris yang diadakan oleh lembaga yang bersangkutan.
Satu lagi kenapa saya tidak setuju dengan syarat nilai TOEFL diatas, karena seyogyanya TOEFL (Test Of English as a Foreign Language) ini adalah standarisasi bagi seseorang yang ingin belajar keluar negeri, namun dia berasal dari negara yang bahasa ibunya bukan Bahasa Inggris.
Tidak semua PNS akan sekolah/kerja di luar negeri kan?

Selain itu, orang Indonesia juga paling suka mempersoalkan mengenai pelafalan Bahasa Inggris seseorang. Kita pasti ditertawakan orang, kalau ngemeng Inggris dengan logat Jawa, Padang, Flores, atau lainnya. Pelafalannya harus Inggris (US) beud, baru oke. Contoh kata Jakarta, harus dilafalkan dengan Jekardah atau apalah itu.
Padahal orang-orang dari negara lain, tidak seperti itu. Coba dengar lafal Inggris dari orang Eropa Timur, Rusia, China, Jepang, Amerika Latin, dan lain-lain, semua ngemeng Inggris dengan logat negaranya masing-masing. Kita bahkan bisa langsung menebak asal negaranya, saat mendengar mereka berbicara.
Kadang orang Indonesia ini memang lebay-lebay gak jelas bingit.

Sebenarnya saya menulis ini bukan karena anti berbahasa Inggris. Saya juga belajar Bahasa Inggris kok. Hanya saja yang membuat saya miris adalah penggunaan Bahasa Inggris yang tidak sesuai dengan SIKONTOL (Situasi, Kondisi & Toleransi). hehe

Kalau seperti ini, bisa-bisa generasi berikutnya malah lebih fasih berbahasa Inggris daripada Bahasa Indonesia. Seperti di acara Bukan Empat Mata beberapa minggu yang lalu, salah satu bintang tamu yaitu Sean Idol, tidak tau Bahasa Indonesia dari kata stereotype yang baru disebutkannya. X_X
Mudah-mudahan cuma kata itu saja yang dia tidak tahu.
Kalau tidak, ya bersiaplah kalau kata ngomong opo cuk, menjadi kalimat wajib orang tua nantinya, saat mengobrol dengan si anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar