Kamis, 27 Februari 2014

Lukas Lekot Jadi Caleg

Pagi itu di sebuah kolam renang di komplek perumahan elit yang dibangun oleh developer terkenal, Ciputri, terdengar obrolan 3 orang bapak rumah tangga pengangguran, yang sedang menunggu anaknya berenang.

"Eh jeng, pemilu udah dekat nie. Kalian udah ada calon untuk dicoblos?", si Tius tiba-tiba serius bertanya.

Dorus yang pernah kuliah sampai semester 2 di Fisip UI serius juga menimpali, "Gue masih bingung nie. Konstalasi politik di Negara kita ini makin lama makin keluar dari koridor yang sesungguhnya. Hampir semua partai saat ini sulit untuk dipercaya. Liat Partai Keindahan Sempurna, sebelumnya ane demen banget, tapi ujung-ujungnya tergiur daging sapi dan dara belia. Demokarat, Golkart dan yang lainnya sama juga. Trus, ……......................”

“Sorry bro. Lu juga udah melenceng dari konstalasi pertanyaan gue tadi. Gue cuma pengen tau udah ada apa belum doang”, potong Tius.

“Pokoknya gua kagak mau pilih bintang iklan, apalagi capres yang cuma bisa ngomong teeerlaaluu. Udah cukup 10 tahun dipimpin pencipta lagu yang cuma bisa prihatin doang. Titik”, Dorus agak kesal gara-gara materi kuliahnya tadi dipotong semena-mena sama si Tius.

Akhirnya si Domi yang dari tadi diam, angkat bicara juga, “Udahlah kenapa jadi serius gini sih obrolannya, masih pagi juga. Kalau gue mah bodo amat soal calon-calon gituan. Mending gue pikirin belanja apa, yang bakal jadi calon makanan bini gue entar pas pulang kerja. Apalagi apaan tadi, konstalasi. Gue ga ngerti. Gue taunya instalasi. Dari colokan ke rice cooker, ke oven, ke kompor gas, ke mixer, ke setrika, dan lain-lain. Mending daripada lu berdua pusing, pilih si Lukas Lekot aja tuh, dia kan nyalonin juga. Tetanggaan pula. Kalo dekat gitu kan enak, inspirasi kita lebih mudah tersampaikan, cuma 5 langkah dari rumah”.

“Aspirasi, kampreeeeeeeet!!”, teriak dua temannya.

Si tetangga 5 langkah dari rumah tadi, memang mencalonkan diri jadi anggota DPR RI Dapil Jakarta 1, dari Partai Hanuman (Hati Nurani Manusia).
Semua tim sukses dia saat pencalonan dirinya jadi Ketua RT, dikumpulkan lagi. Strategi baru kembali digodok, agar kekalahan saat pemilihan Ketua RT 3 bulan lalu tidak terulang lagi. Kali ini poster dibuat lebih banyak, dengan tampilan yang lebih artistik mendekati futuristik, dan foto dirinya pun lebih segar dengan senyum lebar, selebar daun keladi, menunjukkan gigi putihnya, ditambah dengan gambar idolanya, Robin Hood.
Pohon-pohon di sepanjang jalan, dipenuhi dengan tempelan poster dirinya, agar orang-orang yang kebelet dan kemudian kencing disitu, bisa melihat poster itu.

Banner dan spanduk diperbesar, agar orang bisa lebih jelas lagi membacanya. Setiap hari ada iklan tentang dia di radio miliknya, Radio Cinta Tuk Istri (RCTI), bahkan dibuat kuis settingan setiap jam 5 sore.
Penampilannya pun dirubah. Tak seperti biasa, Lukas yang dikenal sebagai laki-laki metroseksual di kompleks setempat, yang biasa memakai produk mahal seperti Prada, Dior, Ferrari, Apple, dan lain-lain itu, kini setiap hari pakai batik Tanah Abang, mobil Esemka, bahkan minumnya pun bir plethok, biar terlihat lebih merakyat dan nasionalis.
Saat blusukan pun, memaksakan diri untuk makan jagung bose, walaupun sehabis itu langsung kena diare stadium 2.

Visi misi dibuat seciamik mungkin. Slogan “siap mati demi rakyat”, yang dianggap terlalu seram, diganti menjadi lebih religius dengan mengambil dari Kitab Suci, yaitu : “Menjadi garam dan terang bagi rakyat, menuju tanah terjanji”.

Selain itu juga, dibentuk Rekot (Relawan Lukas Lekot), untuk menampung sukarelawan yang ingin ikut berpartisipasi menyukseskan pencalonan dirinya, sehingga bisa terpilih.

Sementara tetangganya, Tius, Dorus dan Domi, hanya menanti datangnya hari H Pemilu, dengan harapan akan ada serangan fajar dari tim sukses, sehingga bisa jadi tambahan untuk membeli bumbu dapur dan sayur.
Tapi ketiga bapak rumah tangga yang juga suami takut istri itu, sudah memutuskan untuk menjadi golput, tidak mau memilih siapapun dan partai manapun. Mereka sadar kalau semua yang disampaikan saat kampanye itu hanyalah sebuah fatamorgana belaka, yang cuma menjadi kamuflase untuk menutupi maksud yang sebenarnya, entah apa.

“Ujung-ujungnya OMDO”, kata Dorus, si sarjana tak kesampaian.

“Udah omong doang, bawaannya pasti cuma prihatin. Teeerlaaaluuu..!!”, si Tius yang mukanya mirip Balotelli, menimpali.

Dan Domi yang laki banget, menyimpulkan, “Yapz. Mending kita pikirin gimana caranya biar selalu menjadi suami yang baik, ciamik dan soleh di mata istri, biar uang belanja bulanan dilebihin dikit”.

Kedua temannya hanya bengong dan menatap tanpa ekspresi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar