Kamis, 03 Oktober 2013

(Kenapa Harus) Hari Batik Nasional?

Mungkin setelah membaca tulisan ini, atau bahkan hanya membaca judul di atas saja, banyak yang akan bilang kalau ini bentuk kecemburuan saja.
Iya. Itu benar sekali. Tulisan ini saya buat karena saya merasa cemburu. Dan kecemburuan ini sudah timbul sejak pertama kali ditetapkannya Hari Batik Nasional pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu oleh Pak SBY.
Kecemburuan dari seseorang yang nenek moyangnya tidak pernah mewariskan batik kepadanya.

Kenapa saya harus mempertanyakan hal ini, karena alasan bahwa tujuan pencanangan Hari Batik Nasional ini untuk melestarikan warisan budaya bangsa, menurut saya tidak sesuai, karena tidak semua daerah di Indonesia adalah penghasil Batik.
Daerah yang merupakan penghasil batik di Indonesia hanya Jawa, Madura dan sebagian Bali.
Memang saat ini ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah ada pengrajin batiknya, dengan ciri khas daerahnya masing-masing, tapi batik di daerah-daerah tersebut baru muncul dan digalakkan setelah 'popularitas' batik mulai naik. Bukan warisan leluhur penduduk daerah setempat.

Saya justru melihat bahwa pencanangan Hari Batik Nasional ini malah semakin menegaskan kalau negara kita terlalu Jawasentris.
Apalagi pencanangan ini dilakukan setelah adanya klaim atas batik dari Malaysia sekitar bulan Januari 2009. Terlebih tidak hanya batik, tapi ada beberapa kebudayaan kita yang diklaim Malaysia. Hal ini bisa saja menimbulkan pertanyaan-pertanyaan konyol, seperti kenapa tidak ada Hari Rendang Nasional, Hari Reog Nasional, Hari Pendet Nasional, atau Hari Angklung Nasional?
Kenapa hanya batik saja yang dibuatkan hari besar?
Bagaimana dengan Songket (Sumatera Barat & Selatan), Ulos (Sumatera Utara), Sasirangan (Kalimantan), Kain Tenun Donggala (Sulawesi Tenggara), Tenun Ikat (Nusa Tenggara Timur & lainnya), dan hasil kerajinan tekstil daerah lainnya?
Apa harus menunggu klaim dari negara lain dulu, baru diperhatikan secara serius oleh pemerintah?
Semua pertanyaan yang pasti akan percuma, karena tidak akan pernah dijawab, even Pak SBY sudah aktif di social media.

Sebagai orang NTT, saya sangat bangga dengan tenun ikat, yang tidak kalah bagus dari batik. Bahkan menurut saya lebih berharga tenun ikat dibandingkan batik, karena menenun itu membuat kain yang bermotif, sementara membatik itu membuat motif diatas kain. Proses menenun dimulai dari memintal benang, bahkan zaman dulu dimulai dari kapas (dipisahkan terlebih dahulu dari buah kapuk), sedangkan untuk membatik sudah tersedia bahan baku berupa kain putih yang tinggal digambar dengan berbagai motif.
Sebagai catatan, kalau tidak salah info, sekitar abad ke-16, sejumlah besar bahan baku batik (kain putih & lilin), diimpor dari India, TIMOR atau SUMATERA (kalian bisa tebak sendiri kenapa 2 daerah itu saya kasih huruf kapital semua).

Tapi dengan saya menulis tentang hal ini, bukan berarti saya tidak suka atau bahkan benci dengan batik. TIDAK.
Saya bangga batik adalah milik Indonesia. Salah satu warisan budaya yang tak ternilai harganya. Lebih bangga lagi karena batik sudah diakui oleh UNESCO sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Saya juga bangga karena batik disukai dan sering dipakai oleh tokoh-tokoh besar dunia seperti Nelson Mandela, Ratu Elizabeth II, Ratu Sophie, Ratu Juliana bahkan Bill Clinton.
Saya pun selalu menghadiahkan batik buat kedua orang tua saya. Saya sendiri juga punya baju batik, walaupun cuma satu :D. Bahkan ikat kepala di daerah saya juga batik *entah bagaimana ceritanya :)

Saya memang tidak setuju dengan dicanangkannya Hari Batik Nasional, tetapi itu tidak mengurangi kecintaan saya terhadap batik.

Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena hal ini (penetapan hari batik nasional), saya jadi lebih menghargai tenun ikat daerah saya, juga semakin pede dan bangga memakai baju dari kain tenunan itu.

Salam!

2 komentar:

  1. Biasalah, negara ini kan sudah menjadi hak milik dari yang itu tuh... jadi ga heran lagi deh kalau adat budaya daerah lain terpinggirkan.

    BalasHapus