Sabtu, 05 Maret 2016

Menyepi di Perpustakaan Freedom

Udara yang sejuk langsung terasa saat saya mulai memasuki halaman Wisma Proklamasi. Teriknya matahari terhalang oleh rimbun pepohonan di sekeliling Wisma. Beberapa muda-mudi tampak sedang mengobrol di taman kecil, di bawah pohon besar yang entah apa namanya.
Suasana Wisma Proklamasi ini memang begitu tenang sekali.

Lebih tenang lagi saat sudah masuk ke dalam lantai dasar Wisma yang dijadikan sebagai perpustakaan umum. Semua orang sibuk dengan bacaannya masing-masing. Yang sedang berdiskusi pun hanya dengan berbisik satu sama lain.
Pemandangan yang mungkin sudah umum di setiap perpustakaan manapun.


Namun, 'wujud' perpustakaan yang biasanya monoton dan membosankan, tidak terlihat di sini. Suasananya begitu hangat, pencahayaannya sangat baik dan deretan rak-rak penuh buku yang penataannya rapi dan jelas. Desain interior yang modern, menjadikannya terlihat lebih seperti kantor ketimbang perpustakaan, dengan ruang baca yang begitu lapang, sehingga membuat nyaman setiap orang yang sedang membaca buku di sini. Jaringan wi-fi gratis yang disediakan, mewakili 'era kekinian'.


Saya, walaupun suka membaca, tapi sangat jarang sekali ke perpustakaan. Karena label membosankan tadi, kalau berlama-lama membaca di perpustakaan. Terakhir mungkin tujuh atau delapan tahun lalu, saat sedang mencari bahan untuk menulis skripsi. Saya lebih memilih duduk di atap kosan-di sore hari-kalau mau membaca buku.

Tapi tidak dengan Perpustakaan Freedom ini.
Di salah satu sudutnya, dengan tenang saya membuka lembar demi lembar novel Pohon-Pohon Sesawi, berusaha menyelami isi pikiran dan konflik batin Romo Mangun dalam perjalanannya sebagai seorang Imam Katholik, yang dituangkan dalam karya sastra terakhirnya itu.
Merasakan 'harum' buku usang, yang sensasinya tidak bisa diberikan oleh e-book. Entahlah, mungkin saya memang manusia baheula yang masih merasa asing membaca buku dengan hanya mengusap-usap layar smartphone. Walau saya juga menyadari akan banyaknya pohon yang harus ditebang untuk pembuatan kertas-kertas itu.


Novel yang begitu jenaka, membuat saya sangat menikmatinya. Cekikikan sendiri. Menahan agar tidak tertawa lepas, sehingga tidak mengganggu yang lainnya.
Kejenakaan yang lantas mengalihkan saya dari penatnya rutinitas harian, 'kubikel syndrome' dan rongrongan bertumpuk-tumpuk berkas. Membawa saya sejenak menjauhi 'dunia' yang penuh dengan ketergesa-gesaan dan tekanan atas nama profesionalisme kerja, yang tidak jarang membuat hati bersungut-sungut mengeluh.

Perpustakaan Freedom ini menjadi tempat menyepi yang begitu syahdu.

Segelas Cappucinno hangat racikan Kafe Proklamasi pun melengkapi hari ini. Menemani saya, saat malam mulai menyelimuti kota Jakarta.

Selamat Malam Jakarta!


Tabe!


PS:
- Perpustakaan Freedom berada di Wisma Proklamasi (Freedom Institute), Lt. Dasar, Jl. Proklamasi No. 41, Menteng, Jakarta Pusat. Tepat di depan Tugu Proklamasi.
Telp. 021-3100349
Email : perpustakaan@freedom-institute.org
Twitter : @perpus_freedom

- Buku-bukunya tidak bisa dipinjam, tapi bisa difotokopi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar