Sabtu, 12 Juli 2014

Anti-klimaks Tim Samba

Fans Brasil
Petaka itu sepertinya sudah datang sejak menit ke-64 di laga Brasil kontra Kolombia, Sabtu lalu. Kesengajaan Thiago Silva memblok tendangan kiper David Ospina, berbuah kartu kuning dari wasit, yang membuat sang kapten harus absen di laga semifinal melawan Jerman.
Hal itu diperparah lagi dengan dipastikannya Neymar juga tidak dapat bermain di sisa laga Piala Dunia 2014 akibat cedera tulang punggung, setelah dilanggar oleh Camillo Zuniga pada pertandingan yang sama.

Kehilangan dua pilar penting, yang menjadi roh dari tim Samba ini membuat keraguan saya terhadap tim besutan Scolari itu bertambah. Sejak laga pembuka Piala Dunia 2014 melawan Kroasia, performa tim ini memang sangat kurang. Mereka terlihat tegang sekali. Tidak seperti saat bermain di Piala Konfederasi setahun silam.
Terlihat ada beban mental yang besar di para pemain yang rata-rata masih muda itu, mengingat ekspektasi yang sangat besar dari masyarakat Brasil agar mereka bisa meraih juara di negeri sendiri.

Celah itu pun dimanfaatkan oleh para pemain Jerman saat semifinal Selasa lalu. Satu yang tidak saya duga adalah kalau kemenangan Jerman akan setelak itu. Para pemain Brasil seolah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pertahanan rapuh, serangan pun tumpul. Pemain tengah dibuat tidak berdaya. Babak pertama benar-benar menjadi milik Der Panzer. Sempat membaik di babak kedua, tapi seringnya David Luiz meninggalkan posisinya karena aktif membantu serangan, dimanfaatkan oleh Jerman dengan menambah dua gol lagi lewat serangan balik mematikan.

Sejak pertama kali menonton Brasil di final Piala Dunia 1998 melawan Perancis, semifinal 2014 ini adalah permainan terburuk tim Samba yang pernah saya lihat. Mereka benar-benar bermain tanpa visi sedikitpun. Ketergantungan akan sosok Neymar dan Thiago Silva, sangat terlihat sekali. Saya tidak melihat adanya mental juara di diri para pemainnya.

Rekor tidak terkalahkan di kandang selama 38 tahun pun terpecahkan. Terakhir Brasil kalah di negaranya sendiri pada tahun 1975 dengan skor 3-1 di ajang Copa Amerika.
Bahkan kekalahan 7-1 ini pun menjadi kekalahan terbesar sepanjang sejarah di semua kompetisi. Pada tahun 1920 di Copa Amerika, Brasil kalah 6-0 dari Uruguay.
Ini adalah sebuah tragedi memalukan, terutama bagi warga Brasil, yang mungkin melebihi tragedi Maracanazo 1950.

Sebuah hasil anti-klimaks yang sangat disayangkan bahkan tidak terpikirkan sama sekali, mengingat rentetan hasil positif yang diperoleh sebelumnya. Apalagi para pemain muda pilihan Scolari ini adalah para punggawa terbaik yang selalu menjadi andalan di klubnya masing-masing. Selain itu faktor sebagai tuan rumah, seharusnya menjadi sebuah keuntungan dan motivasi tersendiri bagi mereka.

Tapi apa mau dikata, biar bagaimanapun, bola itu bulat. Tidak bisa diprediksi. Tidak bisa selalu menang. Kadang tim terburuk sekalipun bisa tampil sebagai pemenang di akhir laga nanti.

Walaupun demikian, usaha mereka tetap harus diapresiasi. Rasa kecewa, bukan berarti harus menafikan semua hasil positif sebelumnya. Mungkin kali ini tidak maksimal, tapi jangan sampai berlarut-larut menyesali, bahkan menghujatnya.
Brasil tetaplah Brasil. Tim terbaik sepanjang masa. Tempat lahirnya talenta-talenta berkualitas. Pencetak pemain-pemain bintang dunia.

Viva Samba!



-pic : google-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar