Senin, 23 Mei 2016

Kopi Es Tak Kie: Legenda yang Bersahaja

Riuh pedagang yang menawarkan jualannya langsung terdengar bersahutan saat saya mulai memasuki Gang Gloria. Gang sempit di tengah ruko-ruko kawasan 'Pecinan' Glodok.
Jalanan tampak becek sana sini. Genangan-genangan air yang tersisa akibat hujan semalam.
Wangi masakan ala 'Bibi Lung' menyeruak. Menggugah selera. Daging-daging babi yang tergantung, membangkitkan hasrat saya yang sudah lama tidak mencicipi kenikmatan 'makanan haram' itu.

Dan di tengah hiruk pikuk gang inilah, berdiri warung kopi milik keluarga Tak Kie. Di sebuah bangunan persegi sederhana, yang sudah berdiri sejak tahun 1927. Hampir seabad lamanya.
Sekilas terlihat biasa-biasa saja warung kopi ini. Tidak ada yang spesial. Interiornya tidak penuh gaya yang wah. Di dekat pintu masuk hanya ada etalase nasi campur dan 'lapak' mie ayam. Tidak ada pendingin udara. Hanya kipas angin yang tergantung di langit-langit sebagai pengusir gerah.

Area dapur pun sama.
Janganlah membayangkan barista berrambut klimis di balik mesin espresso dengan senyum menawan. Di sana hanya ada mas-mas 'biasa' yang membuatkan kopi pesanan setiap orang yang datang.


Masih sedikit pengunjung yang datang pagi ini. Hanya ada beberapa meja yang terisi 'koko-cici' sekeluarga. Tampak asyik mengobrol sambil menikmati sarapan. Menikmati kesederhanaan yang diberikan oleh warung kopi ini. Kesederhanaan yang membuatnya tetap bertahan hingga tiga generasi kini. Deretan meja-meja yang diberi tanda bertuliskan "reserved" seolah mengiyakan.
Yapz. Kadang sesuatu yang tak berlebihan, apa adanya, justru menjadi hal yang akan selalu diingat orang.


Kopi es susu, signature beverage yang menjadi alasan saya menyambangi tempat ini pun melengkapi 'label' kesederhanaannya. Tanpa menggunakan alat seduh nan mahal, dengan metode brewing yang njlimet. Hanya kopi, sedikit gula & susu kental manis, yang lalu ditambahkan es batu kedalamnya. Begitu saja.

Rasa segar akan langsung menjalar saat mulai menyeruputnya. Pahitnya tak begitu 'menggigit'. Perlahan terasa di akhir tegukan.


Kedai Kopi Es Tak Kie ini seolah sebuah anomali. Di saat budaya minum kopi kini bergeser menjadi ajang gaya-gayaan dan lambang gengsi, warung kopi ini justru tetap menawarkan kebersahajaannya. Tak bergeming dari gang sempit nan becek ini.

Namun, orang-orang tetap berdatangan. Tak hanya pelanggan setia. Para pesohor pun menyempatkan mampir kesini. Potret mereka tertempel rapi di dinding. Terlihat ada Pak Jokowi, Butet Kartarejasa, Rio Dewanto, dll.
Dan hari ini bertambah satu lagi pesohor yang datang, yaitu Kaka Chivo. hehe. Maaf hanya melucu, jangan dicari foto saya kalau sempat kesini. Hanya orang gila yang akan melakukan hal itu ;)


Coffee shop nan asoy mungkin semakin menjamur. Menawarkan segala macam menu kopi yang beragam. Memberikan 'standar gengsi' yang tinggi, yang membuat sosok mamang-mamang gak kece seperti saya kadang suka minder untuk menyambanginya.
Namun, kedai-kedai kopi tua yang sudah menembus zaman seperti Tak Kie ini akan tetap selalu diminati dan dicari, karena tidak hanya menyajikan 'RASA' tapi juga romantisme histori. Keistimewaan itulah yang membuatnya tetap lestari, walau berada dalam belantara modernisasi seperti kota Jakarta ini.

Benar kata Ben : "Kopi yang baik, akan selalu menemukan penikmatnya!"



Tabe!

PS:
- Kalau mau ke Gang Gloria, bisa masuk lewat Jl. Pancoran (samping Pasar Glodok).
- Buka setiap hari: 07.00 - 13.30 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar