Di rumah putih besar itu ada anjing
Menggonggong setiap hari layaknya anjing
Tentu....Kalau mengembik pasti bukan anjing
Ada tamu yang datang, menggonggonglah si anjing
Ada pemulung lewat, menggonggong juga si anjing
Pengemis, pengamen, tukang pos, Pak RT bahkan Presiden pun digonggongi si anjing
Saat datang debt collector, berkelahilah mereka dengan si anjing
Hanya dengan big boss dia patuh, karena itu majikannya si anjing
Yes. Si Bos memang pecinta anjing
Herder, Bulldog, Golden Retriever, Kintamani. Semuanya anjing
Disayang bagai anak sendiri. Makan tiga kali sehari. Makanan anjing
Dimandiin. Dikeramasin. Pakai shampo anjing. Di kamar mandi anjing
Tidur di kasur anjing. Pakai bantal anjing
Itulah si anjing
Bukan si Bos yang anjing
Tapi si Bos punya anjing
Nyolong duit rakyat buat beli anjing
Manjain anjing. Foya-foya bersama anjing
Sementara rakyat tidur di samping kotoran anjing
Sambil mengumpat : "Woy anjing! Balikin duit gue anjing! Dasar ANJING!"
-Paul de Chivo-
Busway, 03 Agustus 2013
Jumat, 23 Agustus 2013
Senin, 19 Agustus 2013
Dirgahayu Negeriku
Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Lagu dari H. Mutahar itu terngiang kembali di kepala saya. Lagu yang terakhir saya nyanyikan saat masih SD. Dan Sabtu kemarin seakan mengiringi perjalanan saya menuju Istana Negara.
Hari Sabtu, 17 Agustus 2013 kemarin tepat 68 tahun kemerdekaan Indonesia. Saya memutuskan untuk melihat secara langsung upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih. Entah kenapa, tiba-tiba terbersit keinginan itu.
Saya sempat mengajak seorang teman, tapi dia tidak mau karena takut ada bom disekitar situ. hhmm...Memang agak sedih mendengarnya, tapi saya maklumi, dengan melihat negara kita yang beberapa kali mengalami hal buruk itu, wajar saja kalau ada ketakutan seperti itu. Terakhir ledakan bom terjadi di Vihara Ekayana, 04 Agustus 2013 lalu.
Walau kadang beberapa kejadian ledakan bom terkesan seolah 'disetting', karena berbarengan dengan beberapa kasus besar yang terbongkar (seolah untuk pengalihan isu).
Namun ketakutan teman saya itu tidak mengurungkan niat saya, karena saya percaya dengan kinerja tentara kita dalam melakukan pengamanan acara super spesial seperti apel perayaan hari kemerdekaan ini.
68 TAHUN.
Kata seorang reporter sebuah stasiun televisi kemarin, ibarat manusia, usia Indonesia saat ini masih bayi, masih harus tetap berusaha agar bisa 'berjalan dengan lancar'. Ah saya tidak setuju. Negara kita ini sudah tua dan di usia pra-masa keemasan ini, seharusnya 'kita' sudah bisa menikmati apa yang telah dirintis puluhan tahun silam. Hanya saja, kita terlihat seolah masih 'bayi', karena masih saja berkutat dengan berbagai masalah yang bisa dibilang sangat kompleks, yang membutuhkan kerja ekstra agar cita-cita reformasi bisa sepenuhnya tercapai.
Karena sudah tua, tapi tidak 'menjaga diri' dengan baik dan benar, maka berbagai macam 'penyakit' makin menggerogoti setiap sendi negara ini, yang belum bisa terobati. Dan seharusnya di usia seperti sekarang ini, 'kita' sudah menemukan formula yang tepat untuk mengatasi hal-hal tersebut.
Dan jika sudah ada formula itu, maka harapannya agar negara kita ini cepat mendapatkan stabilitas di segala bidang. Sosial. Politik. Ekonomi. Hukum. Budaya. Pariwisata. Dan lain-lain.
Pemerintahan yang bersih, amanah dan benar-benar mencurahkan seluruh kemampuannya untuk memajukan Indonesia.
Wakil rakyat yang benar-benar mewakili rakyat, bukan mewakili si ini, si itu, si anu, si kampret, si bangsat, atau si yang lainnya.
Para koruptor dan 'pemakan' uang rakyat bisa dihilangkan dari negara kita ini. Konglo-konglo busuk yang hobi titip pasal dimasukkan ke kandang macan. Mafia hukum dan makelar kasus pun ikut diberangus.
Makin terciptanya kesejahteraan bagi rakyat, sehingga kesenjangan sosial makin menipis.
Tidak perlu harus mengimpor lagi 'breakfast, lunch & dinner' untuk rakyat.
Tersedianya lapangan kerja, sehingga para pahlawan devisa nun jauh disana, bisa pulang dan bekerja disini, sehingga tidak perlu lagi diperlakukan tak layak di negeri orang.
Terjaminnya keamanan bagi rakyat dimana saja berada.
Tak ada lagi manusia-manusia arogan dan sok suci yang petantang petenteng dengan congkaknya.
Semua umat beragama melakukan ibadah dengan tenang, tanpa perlu was-was dan takut lagi kalau rumah ibadahnya digusur.
'Makhluk-makhluk asing' yang menginvasi negeri ini segera 'kita' kick their fuckin' ass out from this country.
Semua gembong narkoba, human traffiking, dan sejenisnya, yang bisa merusak generasi muda, tidak lagi mendapatkan tempat disini. Dan teroris pun kita buat meringis.
Tidak lupa semoga bangsa ini tetap berdiri kokoh berlandaskan 4 pilar kebangsaan (NKRI, Pancasila, UUD '45, Bhinneka Tunggal Ika).
Masih banyak sekali sebenarnya harapan untuk negeri ini.
Namun mungkin benar kata Sang Proklamator, Bung Karno : "REVOLUSI INI BELUM SELESAI'.
Yapz. Revolusi, perjuangan ini memang belum selesai. Jangan sampai harapan itu hanya sekedar harapan, bahkan menjadi harapan nan sirna. Kita semua harus bahu membahu mewujudkannya. Disaat pemerintah seakan tak tahu arah, sarat akan kepentingan partai didalamnya dan cenderung galau berjamaah, kita sebagai rakyat Indonesia (khususnya generasi muda), tidak boleh tinggal diam dan hanya menuntut kerja nyata pemerintah saja.
"Bangun pemudi pemuda Indonesia. Tangan bajumu singsingkan untuk negara. Masa yang akan datang kewajibanmu lah. Menjadi tanggunganmu terhadap nusa"
Jangan menganggap itu cuma sekedar lagu yang hanya dinyanyikan saat apel 17an, saat ujian sekolah atau saat demo. Jadikan lagu itu pedoman hidup dan pemberi semangat untuk mulai berkarya dan berkontribusi dalam membangun bangsa. Saatnya kita bergerak untuk mewujudkan Indonesia Raya yang BERJAYA, BERDAULAT, ADIL dan MAKMUR, sehingga seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke - Miangas sampai Pulau Rote, bisa merasakan kemerdekaan yang sebenarnya. Bukan kemerdekaan semu seperti sekarang ini.
Tidak harus besar dan luar biasa, cukup lakukan yang sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, in our own way. Just do it...!!!
Walaupun balik lagi, peranan pemerintah adalah yang paling utama, karena kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat tergantung pada kebijakan dan kinerja pemerintahnya.
Terakhir saya tutup dengan sebuah ungkapan dari salah satu proklamator kita, Mohammad Hatta :
"Indonesia MERDEKA bukan tujuan akhir kita. Indonesia Merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat"
DIRGAHAYU NEGERIKU
Jumat, 16 Agustus 2013
Pak Sebas & Apel Perpisahannya
Hampir sebulan tidak menulis, sejak postingan terakhir saya. Biasa, buntu ide jadi mati gaye. hehe
Tapi gara-gara beberapa hari lalu diingatin teman saya tentang seorang guru waktu SMP dulu, sepertinya saya harus menulis cerita ini.
Ini sebuah cerita yang bisa dibilang tragis, sedih, menyebalkan dan tidak akan pernah terlupakan seumur hidup.
Saya lupa pastinya kapan kejadian ini. Yang saya ingat kalau tidak salah waktu itu masih awal-awal semester 1, saat saya kelas 3 SMP, jadi kira-kira September/Oktober tahun 1999/2000.
Jadi, sebelum pulang, ada pengumuman dari guru yang mengajar mata pelajaran terakhir, bahwa akan ada apel perpisahan dengan Bapak Sebas (Guru Fisika), karena akan pindah tugas ke Pulau Sumba. Pengumumannya tidak pakai speaker, maklum sekolah di kampung :D
Setelah lonceng pulang sekolah dibunyikan, kami langsung ke lapangan dengan MALAS. Siang-siang di Flores itu panasnya bisa bikin pusing 777 keliling. Ditambah lagi, Pak Sebas ini tidak pernah mengajar kami, karena adanya sistem 'bawa kelas', dimana dari kelas 1 sampai kelas 3, gurunya sama. Jadi tidak hanya muridnya yang naik kelas, gurunya juga, bahkan wali kelasnya pun sama juga. Entah apa maksud dan tujuannya.
Tidak ada komandan upacara, jadi semua mandiri mengatur barisannya sendiri per kelas.
Satu per satu guru yang berwenang (kepala sekolah & jawatannya), maju memberikan sepatah dua kata (padahal banyak) sebagai salam perpisahan untuk beliau (Mr. Sebas). Dan terakhir giliran yang empunya acara memberikan kata-kata mutiara untuk anak didiknya, sebelum meninggalkan sekolah ini.
Saya tidak tahu apa yang dikatakan oleh beliau, karena memang sengaja tidak mendengarnya. MALAS. Tinggal pergi juga, masih saja banyak cakap. Say goodbye aja lah. Simple...
Dan, namanya remaja yang baru akil balik, gejolak kreatifitasnya kan menggebu-gebu, makanya waktu itu saya dan beberapa teman di barisan belakang asyik-asyik saja bermain dan bercanda. Kreatif kan?? ;)
Saya lupa waktu itu kami bercandanya bagaimana dan siapa yang memulainya terlebih dahulu. Mungkin kalau kami ada di masa sekarang, kami sudah ber-gangnam style atau ber-harleem shake ria disana. Jadi analisa saya, jangan-jangan waktu itu kami ber-SKJ (Senam Kesegaran Jasmani). hehe...
Ah lupakan...
Singkat kata. Singkat cerita.
Tiba-tiba kami sudah keluar dari barisan kelas 3A (maklum awak pintar), dan tiba-tiba juga Pak Sebas sudah berada di depan komuk imut saya, dan tiba-tiba lagi semua teman saya yang tengil, kampret, kacrut itu sudah berdiri rapi di barisan, meninggalkan saya sendirian. TEGA.
Dan sampai sekarang masih jadi pertanyaan bagi saya, kok bisa mereka secepat itu kembali ke barisan. Padahal belum ada berita (saat itu), kalau Flash menurunkan ilmu cepatnya ke orang lain.
Di hadapan saya, Pak Sebas terlihat seperti Dr. Bruce Banner yang mulai berubah menjadi Hulk. Otot-otot membesar, baju mulai terkoyak, tubuhnya bukan jadi ijo tapi merah, muncul tanduk dan ekor. Persis seperti Hell Boy. Lho??!!
Saat itu sih saya berharap menjadi Man Of Steel yang memegang Perisai Captain America dan Godam Mjolnir milik Thor, agar bisa melawan 'makhluk buas' di depan saya ini, atau ada BatMobile, jadi bisa kabur secepat kilat.
"Kau ikut saya ke depan!!!!!", teriak Pak Sebas.
Dengan langkah gontai dan berat hati, terpaksa saya jalan ke depan barisan. PASRAH.
Sampai di depan, saya tiba-tiba gemetaran (kalau gempa, pasti berpotensi tsunami), setelah melihat Pak Sebas menuju ke arah salah satu kelas. Dengan kemampuan menerawang bak Ki Joko Bodo, mata saya langsung tertuju ke arah pagar bambu di TMIK (Taman Mini In depan Kelas #maksa :D). Dan ternyata benar, dia langsung mencabut salah satu pagar bambu itu yang ternyata cukup panjang (± 50 cm).
Si ksatria berpagar bambu itu kembali menghampiri saya. Dan dengan gaya ala Travis Barker 'Blink 182' dikolaborasikan dengan Jerinx SID, dia langsung melancarkan aksi gebuk menggebuk, seolah punggung saya ini drum merk Yamaha.
Punggung rasanya perih luar biasa, ditambah sakit hati saat melihat pecahan bambu jatuh satu per satu ke lantai. D.A.M.N..!!!
Tapi, dalam hati saya bertekad tidak akan menangis walau sakit. Gila kali nangis di depan junior-junior yang baru masuk. Gue harus bisa setegar dan sekuat pasukan Spartan, walau gak sixpack. GANBATE..!!
Setelah penganiayaan itu berakhir (PUJI TUHAN..!!), dengan santainya dia menyuruh saya masuk barisan kembali, tanpa rasa bersalah dan simpati sedikit pun. Cih..!!
Saat perjalanan pulang ke rumah, tidak ada satu pun teman yang menggoda saya. Mungkin mereka iba dan tidak tega.
Saya tau kalau punggung saya memar-memar (kalau ada yang tidak percaya, sini saya pukul punggung kalian biar tau), tapi luka ini harus kubawa berlari, berlari, hingga hilang pedih perih (itu kata Chairil Anwar).
Sejak saat itu, bahkan sampai sekarang, saya tidak bisa melupakannya, dan belum bisa menerima perlakuan itu. Bukan karena dipukul (itu sudah biasa di dunia persilatan), tapi karena yang memukul saya itu Pak Sebas, guru yang tidak pernah menurunkan 'ilmu kanuragannya' kepada saya, bahkan menegurnya pun bisa dihitung pakai jari.
Ditambah lagi, itu hari terakhir dia di sekolah. Batang hidungnya tidak akan terlihat lagi mulai besok dan seterusnya. S.H.I.T...!!!
Seandainya waktu itu praktek kekerasan oleh guru tidak lumrah, trus saya sudah melek hukum, dan UU Perlindungan Anak sudah ada, mungkin sudah saya laporkan ke polisi, dan mungkin Pak Sebas tidak jadi pindah tugas ke Sumba tapi malah ke 'Hotel Prodeo'. Lumayan kan 3,5 tahun dipenjara dan/atau denda 72 juta rupiah (pasal 80 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). hehehe
Sudahlah. Yang lalu biarlah berlalu.
Jadikan itu sebagai bagian cerita hidup saya. Kan dalam hidup pasti ada manis, ada pahit. Ada bahagia, ada sedih. Ada Pak Sebas, ada bambu, ada memar di punggung. *eh
Kapan ya kita ketemu lagi pak??
Coz dulu sehabis dipukul, saya lupa jabat tangan Bapak =))
Langganan:
Postingan (Atom)