Bau belerang yang khas semakin terasa saat saya mulai menuruni satu demi satu anak tangga menuju bibir kawah. Indahnya warna whitish green yang mulai sedikit terlihat dari sela-sela rimbunan pohon, membuat ingin cepat-cepat sampai ke bawah. Apalagi ada suguhan pemandangan 'menjijikan' di depan mata, dimana serombongan laki-laki gagah sedang memonyongkan bibirnya untuk berfoto dengan tongsis, padahal kawahnya masih sepuluh meteran lagi.
Langkah kaki terpaksa saya percepat agar bisa menjauh dari mereka. Niat untuk menikmati sedikit sejuknya hembusan angin sepoi pun jadi diurungkan.
Tak lama, danau-danau kecil berwarna hijau keputihan yang lembut akhirnya terpampang nyata di depan mata.
Ini adalah kali kedua saya menjejakkan kaki di Kawah Putih, satu dari dua kawah yang ada di daerah Gunung Patuha. Bedanya, 3 tahun lalu, saat kesini harus melewati kemacetan panjang yang menguras keringat dan membangkitkan emosi dalam jiwa. Maklum saat itu bertepatan dengan libur natal - tahun baru.
Keramaian orang di area kawah pun tak kalah menyebalkan. Alih-alih menikmati, mau bergaya ala model untuk difoto pun harus berdesak-desakan dengan 'model-model' yang lain.
Kali ini jauh berbeda. Hanya segelintir orang saja yang ada. Kunjungan di jam kerja seperti ini memang agak kurang, begitu kata supir ontang-anting ('kendaraan official' area kawah putih) yang saya naiki.
Ruang yang lapang membuat saya bisa mengeksplorasi dengan leluasa setiap inchi karya yang Kuasa ini. Permainan gradasi warnanya begitu memanjakan mata. Hamparan pasir dan bebatuan kapur berwana putih, berpadu apik dengan warna hijau keputihan pada danau-danau kawah. Tebing batu dan deretan pepohonan hijau tua menjurus kehitaman, menjadi frame yang menegaskan keindahan Kawah Putih ini.
Udara dingin yang ditingkahi sejuknya tiupan angin sepoi-sepoi, dan tajamnya bau belerang menjadi pemanis rasa yang syahdu.
Tuhan itu memang Maha Asyik, seperti kata Sujiwo Tejo, dengan memberikan secuil serpihan surga seperti ini untuk dinikmati mata umat-Nya.
Tapi, mungkin seandainya tahun 1837 lalu Dr. Franz Wilhelm Junghulm tidak memutuskan untuk pergi ke puncak Gunung Patuha untuk melakukan penelitian dan menemukannya, maka serpihan surga ini akan tetap menjadi kawasan angker selamanya. Tidak akan ada orang yang berani mendekati, tidak akan bisa dinikmati, dan keindahannya tidak akan membuat takjub setiap mata yang memandang. Mungkin pesonanya lambat laun akan hilang tertelan bumi.
Terimakasih cinta ilmu pengetahuan untuk semua ini!
Situ Patenggang
Rasa cinta yang mendalam antara Ki Santang dan Dewi Rengganis, membuat keduanya yang sudah terpisahkan untuk sekian lama akhirnya saling mencari dan kemudian bertemu kembali di sebuah tempat yang sampai sekarang dinamakan dengan 'Batu Cinta'. Dewi Rengganis pun minta dibuatkan danau dan sebuah perahu untuk berlayar bersama. Perahu inilah yang kemudian dan sampai sekarang menjadi sebuah pulau yang berbentuk hati (Pulau Asmara/Pulau Sasaka).
Itulah cerita legenda yang mengiringi keindahan danau yang berada di Desa Patenggang, Rancabali tersebut. Nama Situ Patenggang sendiri berasal dari bahasa Sunda yaitu pateangan-teangan, yang artinya saling mencari (begitulah infonya).
Keasrian dan kesejukan kawasan hutan pinus dan cagar alam Patenggang, serta hijaunya hamparan perkebunan teh Rancabali yang menjadi latar, menambah efek magis dari romantisme yang membalut eksotisme pemandangan alam dari danau seluas 65 hektar ini.
Angin sepoi-sepoi memberi sentuhan manja, mendamaikan hati yang gundah gulana, galau tak terkira. Bahkan emosi jiwa karena ditipu supir angkot yang meminta ongkos yang tinggi pun bisa hilang, dan hati menjadi tenang kembali. Perahu dayung warna-warni yang berjejer di pinggir danau, semakin menegaskan rasa. Strawberry-strawberry segar siap menjadi 'buah tangan' saat kembali ke rumah.
Tabe!
PS :
- Kawah Putih ada di Jl. Raya Soreang - Ciwidey, Kab. Bandung. Kalau dari Kota Bandung harus ke Terminal Leuwipanjang dulu, lalu naik elf atau mini bus (L300) ke Terminal Ciwidey. Dari situ lanjut naik angkot jurusan Ciwidey - Situ Patenggang, yang warnanya kuning dan minta turun di pintu gerbang Kawah Putih. Kalau naik mobil pribadi, silahkan beli GPS terus ikuti saja arah yang ditunjuk. :p
- Tarif masuk terakhir Rp. 30.000, sekalian dengan tiket ontang-anting PP.
- Kadar keasaman danaunya sangat tinggi (PH O.5 - 1.3), jadi jangan coba-coba berenang dengan gaya apapun, kalau tidak mau jadi sayur asam rasa daging :)))
- Situ Patenggang jaraknya kira-kira 10-15 KM dari Kawah Putih. Lanjut naik angkot yang sama seperti saat mau ke Kawah Putih tadi. Hati-hati kena tipu juga :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar