Pagi itu di sebuah kolam renang di komplek
perumahan elit yang dibangun oleh developer terkenal, Ciputri, terdengar
obrolan 3 orang bapak rumah tangga pengangguran, yang sedang menunggu anaknya
berenang.
"Eh jeng, pemilu udah dekat nie.
Kalian udah ada calon untuk dicoblos?", si Tius tiba-tiba serius bertanya.
Dorus yang pernah kuliah sampai semester 2
di Fisip UI serius juga menimpali, "Gue masih bingung nie. Konstalasi
politik di Negara kita ini makin lama makin keluar dari koridor yang
sesungguhnya. Hampir semua partai saat ini sulit untuk dipercaya. Liat Partai Keindahan
Sempurna, sebelumnya ane demen banget, tapi ujung-ujungnya tergiur daging sapi dan
dara belia. Demokarat, Golkart dan yang lainnya sama juga. Trus, ……......................”
“Sorry bro. Lu juga udah melenceng dari
konstalasi pertanyaan gue tadi. Gue cuma pengen tau udah ada apa belum doang”,
potong Tius.
“Pokoknya gua kagak mau pilih bintang
iklan, apalagi capres yang cuma bisa ngomong teeerlaaluu. Udah cukup 10 tahun
dipimpin pencipta lagu yang cuma bisa prihatin doang. Titik”, Dorus agak kesal
gara-gara materi kuliahnya tadi dipotong semena-mena sama si Tius.
Akhirnya si Domi yang dari tadi diam,
angkat bicara juga, “Udahlah kenapa jadi serius gini sih obrolannya, masih pagi
juga. Kalau gue mah bodo amat soal calon-calon gituan. Mending gue pikirin
belanja apa, yang bakal jadi calon makanan bini gue entar pas pulang kerja.
Apalagi apaan tadi, konstalasi. Gue ga ngerti. Gue taunya instalasi. Dari
colokan ke rice cooker, ke oven, ke kompor gas, ke mixer, ke setrika, dan
lain-lain. Mending daripada lu berdua pusing, pilih si Lukas Lekot aja tuh, dia
kan nyalonin juga. Tetanggaan pula. Kalo dekat gitu kan enak, inspirasi kita
lebih mudah tersampaikan, cuma 5 langkah dari rumah”.
“Aspirasi, kampreeeeeeeet!!”, teriak dua
temannya.
Si tetangga 5 langkah dari rumah tadi,
memang mencalonkan diri jadi anggota DPR RI Dapil Jakarta 1, dari Partai
Hanuman (Hati Nurani Manusia).
Semua tim sukses dia saat pencalonan
dirinya jadi Ketua RT, dikumpulkan lagi. Strategi baru kembali digodok, agar
kekalahan saat pemilihan Ketua RT 3 bulan lalu tidak terulang lagi. Kali ini
poster dibuat lebih banyak, dengan tampilan yang lebih artistik mendekati futuristik,
dan foto dirinya pun lebih segar dengan senyum lebar, selebar daun keladi,
menunjukkan gigi putihnya, ditambah dengan gambar idolanya, Robin Hood.
Pohon-pohon di sepanjang jalan, dipenuhi
dengan tempelan poster dirinya, agar orang-orang yang kebelet dan kemudian kencing
disitu, bisa melihat poster itu.
Banner dan spanduk diperbesar, agar orang
bisa lebih jelas lagi membacanya. Setiap hari ada iklan tentang dia di radio
miliknya, Radio Cinta Tuk Istri (RCTI), bahkan dibuat kuis settingan setiap jam
5 sore.
Penampilannya pun dirubah. Tak seperti
biasa, Lukas yang dikenal sebagai laki-laki metroseksual di kompleks setempat,
yang biasa memakai produk mahal seperti Prada, Dior, Ferrari, Apple, dan
lain-lain itu, kini setiap hari pakai batik Tanah Abang, mobil Esemka, bahkan
minumnya pun bir plethok, biar terlihat lebih merakyat dan nasionalis.
Saat blusukan pun, memaksakan diri untuk makan
jagung bose, walaupun sehabis itu langsung kena diare stadium 2.
Visi misi dibuat seciamik mungkin. Slogan “siap
mati demi rakyat”, yang dianggap terlalu seram, diganti menjadi lebih religius dengan
mengambil dari Kitab Suci, yaitu : “Menjadi
garam dan terang bagi rakyat, menuju tanah terjanji”.
Selain itu juga, dibentuk Rekot (Relawan
Lukas Lekot), untuk menampung sukarelawan yang ingin ikut berpartisipasi
menyukseskan pencalonan dirinya, sehingga bisa terpilih.
Sementara tetangganya, Tius, Dorus dan
Domi, hanya menanti datangnya hari H Pemilu, dengan harapan akan ada serangan
fajar dari tim sukses, sehingga bisa jadi tambahan untuk membeli bumbu dapur
dan sayur.
Tapi ketiga bapak rumah tangga yang juga
suami takut istri itu, sudah memutuskan untuk menjadi golput, tidak mau memilih
siapapun dan partai manapun. Mereka sadar kalau semua yang disampaikan saat
kampanye itu hanyalah sebuah fatamorgana belaka, yang cuma menjadi kamuflase
untuk menutupi maksud yang sebenarnya, entah apa.
“Ujung-ujungnya OMDO”, kata Dorus, si
sarjana tak kesampaian.
“Udah omong doang, bawaannya pasti cuma prihatin.
Teeerlaaaluuu..!!”, si Tius yang mukanya mirip Balotelli, menimpali.
Dan Domi yang laki banget, menyimpulkan, “Yapz.
Mending kita pikirin gimana caranya biar selalu menjadi suami yang baik, ciamik
dan soleh di mata istri, biar uang belanja bulanan dilebihin dikit”.
Kedua temannya hanya bengong dan menatap tanpa ekspresi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar