Tlah tiba ini subuh
Si bocah beranjak bangun dengan muka lusuh
Piyama diganti jubah para biksu
Tertatih ke belakang mengambil wudhu
Segarnya air ke muka saat dibasuh
Kembali ke rumah membakar dupa
Depan patung Budha dan Dewa Khrisna
Tanda Salib mengawali doa Bapa Kami - Salam Maria
Di leher tergantung Rosario. Di tangan memegang Tasbih. Di hadapan terbuka Tripitaka dan Veda
Khusyuk. Hening. Penuh iman
Gosip menyebar. Pun mencibir semua tetangga
Wong gendeng ini bocah. Kata mereka
Agama dicampur dikira gado-gado
Sarap. Gila
Si bocah tersenyum. Heran. Bertanya
Katanya DIA Maha Esa?
Bukankah agama semua ajarkan baik adanya?
Ku jalani semua. Bukankah itu besarlah jaminan surga?
Bukankah Tuhan tak menoleh pada apa agamamu?
Bukankah Tuhan cukup memilah besar pahalamu?
-Paul de Chivo-
Bis P9 A (Senen-Bekasi), 18 Maret 2014
Sabtu, 19 April 2014
Selasa, 15 April 2014
Sunset
Semburat jingga di balik siluet kota metropolitan
Mentari kan berbagi kisah dengan rembulan
Siang pun tersisih oleh gelap malam
Si cantik beranjak dari balik meja
Lengan-lengan kasar mengemasi perkakas tua
Selesai sudah hari ini bercerita
-Paul de Chivo-
Kos Mabes, 17 Maret 2014
Mentari kan berbagi kisah dengan rembulan
Siang pun tersisih oleh gelap malam
Si cantik beranjak dari balik meja
Lengan-lengan kasar mengemasi perkakas tua
Selesai sudah hari ini bercerita
-Paul de Chivo-
Kos Mabes, 17 Maret 2014
Kamis, 10 April 2014
Balada Antipati
Hei kalian yang lagi getol kampanye dan pencitraan diri
Kami muak dengan semua bualanmu. Cuiih!
Semua omong kosong kalian di layar kaca
Lakon bak pangeran impian putri cinderella
Dan kalian pikir kami dengan mudahnya percaya
Oh tidak tuan. Kepercayaan kami sudah lama ditelan senja
Lebih baik kota ini dipenuhi graffiti dan karya seni
Daripada bertebaran baliho capres, caleg dan atribut partai
Kami ingin hidup sejahtera, bahagia dan damai
Tapi bukan dengan melihat tampangmu yang mirip tokai
Negeri ini bukan teater sandiwara
Bukan cerita sinetron di layar kaca
Kami butuh tuntunan bukan tontonan
Kami butuh nasi bukan bualan visi misi
Kami butuh beras dalam lumbung, bukan lagu dalam album
Membusungkan dada, tampak gagah, penuh percaya diri
Sakit mental kronis tak tahu diri
Merasa diri ksatria sejati
Pembela rakyat, penyalur suara dan aspirasi
Cuiih! Topeng monyet berdasi
Kami tahu perutmu butuh diisi
Dan disana lahan yang kalian cari
Karna tak hanya gaji yang kan dinikmati
Obyek proyek menanti tuk dimanipulasi
Korupsi
Gratifikasi
Masturbasi
Hei tuan-tuan yang kami hormati
Mulailah sadar diri kalau tak punya kompetensi
Simpan iklan bualan tak berguna itu
Foto narsismu lebih indah kalau di dalam saku
Tarik diri
Jangan rusak negeri kami
-Paul de Chivo-
Kos Mabes, 20 Februari 2014
Kami muak dengan semua bualanmu. Cuiih!
Semua omong kosong kalian di layar kaca
Lakon bak pangeran impian putri cinderella
Dan kalian pikir kami dengan mudahnya percaya
Oh tidak tuan. Kepercayaan kami sudah lama ditelan senja
Lebih baik kota ini dipenuhi graffiti dan karya seni
Daripada bertebaran baliho capres, caleg dan atribut partai
Kami ingin hidup sejahtera, bahagia dan damai
Tapi bukan dengan melihat tampangmu yang mirip tokai
Negeri ini bukan teater sandiwara
Bukan cerita sinetron di layar kaca
Kami butuh tuntunan bukan tontonan
Kami butuh nasi bukan bualan visi misi
Kami butuh beras dalam lumbung, bukan lagu dalam album
Membusungkan dada, tampak gagah, penuh percaya diri
Sakit mental kronis tak tahu diri
Merasa diri ksatria sejati
Pembela rakyat, penyalur suara dan aspirasi
Cuiih! Topeng monyet berdasi
Kami tahu perutmu butuh diisi
Dan disana lahan yang kalian cari
Karna tak hanya gaji yang kan dinikmati
Obyek proyek menanti tuk dimanipulasi
Korupsi
Gratifikasi
Masturbasi
Hei tuan-tuan yang kami hormati
Mulailah sadar diri kalau tak punya kompetensi
Simpan iklan bualan tak berguna itu
Foto narsismu lebih indah kalau di dalam saku
Tarik diri
Jangan rusak negeri kami
-Paul de Chivo-
Kos Mabes, 20 Februari 2014
Selasa, 01 April 2014
#AyoKeMuseum
Percaya atau tidak, saya belum pernah pergi ke museum seumur hidup saya. Waktu liburan sekolah dulu biasanya selalu ke pantai. Padahal di kampung saya, jarak dari rumah ke museum di sana (Museum Blikon Blewut) cuma 5 - 6 KM saja. Bahkan sering dilewati kalau mau ke kota. Dulu museum itu selalu dipadati pengunjung saat hari raya Natal, tapi saya tidak ada keinginan sedikit pun untuk kesana. Anti-mainstream kali ya. hehe
Nah karena akhir-akhir ini saya mulai menyadari pentingnya mengunjungi museum, sebagai tempat untuk napak tilas sejarah, makanya saat ke Jogja kemarin saya mengagendakan untuk ke museum.
Benteng Vredeburg yang ada di jantung kota Jogja, menjadi museum pertama yang saya kunjungi.
Gerbang Benteng Vredeburg |
Benteng yang dibuat tahun 1767 oleh seorang insinyur bernama Frans Haak itu merupakan pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda saat itu. Kelihatan dari bentuknya dan bangunan yang ada didalamnya, yang tidak terlihat seperti benteng pertahanan.
Di depannya ada parit kecil, sementara di dalam benteng (museum) yang pada awalnya bernama Rustenberg ini terdapat 2 ruangan diorama yang bercerita tentang sejarah perjuangan Indonesia. Disana juga dibangun patung 2 petinggi TNI dulu yaitu Jend. Sudirman dan Jend. Oerip Soemohardjo.
Saya tidak terlalu lama disini, juga tidak pakai guide, jadi untuk lebih detailnya monggo baca sejarahnya disini saja.
Halaman Tengah Museum |
Diorama; Romusha |
Diorama; Tentara PETA |
Diorama; Soekarno-Hatta tiba di Jogja |
Di samping kiri dari halaman depan museum ini dibangun Monumen Serangan Umum 1 Maret, yang selalu jadi obyek manusia-manusia narsis untuk berfoto.
Monumen Serangan Umum 1 Maret |
Selain di Benteng Vredeburg, saya juga menyempatkan diri untuk ke Museum Perjuangan Yogyakarta dan Museum Taman Siswa. Sayang saat sampai disana, kedua tempat itu sudah tutup, jadi hanya mengambil foto bagian luar saja.
Museum Perjuangan Yogyakarta |
Kamar Ki Hadjar Dewantara |
Museum Taman Siswa |
*Disclaimer : semua foto hasil jepretan saya
Langganan:
Postingan (Atom)