google pic |
Film dengan genre drama, sangat jarang sekali saya tonton. Tapi saat melihat cover film ini di rak salah satu toko DVD bajakan di Glodok, saya langsung suka dan membelinya. Entah kenapa, karena covernya biasa-biasa saja, hanya menampilkan Matt Damon yang sedang berdiri di sebuah bukit.
Ternyata saya tidak salah pilih. Film Promised Land ini sangat berbobot ceritanya, dengan pesan yang begitu kompleks.
Bercerita tentang seorang sales perusahaan pertambangan bernama Global Crosspower Solutions, yaitu Steve Butler (Matt Damon), yang diutus perusahaan bersama rekannya Sue Thomason (Frances McDormand), ke sebuah kota kecil yang sedang mengalami masalah ekonomi, untuk menawarkan agar para warga mau menjual lahan pertanian miliknya kepada perusahaan tersebut, yang mau melakukan ekspansi pertambangan gas alam di daerah itu.
Sayang usahanya yang seharusnya sangat mudah, sedikit terkendala dengan munculnya seorang guru, Frank Yates (Hal Holbrook), pada saat pertemuan, yang meminta untuk dilakukan voting terlebih dahulu, karena dia masih mempertanyakan mengenai jaminan kalau proses tambang tersebut tidak merusak lingkungan, dimana kecenderungan akan kerusakan lingkungan akibat pertambangan sangatlah besar.
Hal ini diperparah lagi dengan munculnya seorang aktivis lingkungan, Dustin Noble (John Krasinski), yang melakukan kampanye penolakan dan mulai mempengaruhi warga dengan bukti-bukti pengaruh buruk sebuah pertambangan terhadap lingkungan.
Perlahan masyarakat yang di awal sepertinya sudah mau menyerahkan tanah mereka, mengingat iming-iming keuntungan jutaan dollar dari tambang ini yang diutarakan Steve, mulai menjauhi dan kemungkinan akan menolak saat voting nantinya.
Namun kemudian satu hari sebelum voting dilakukan, geliat kemenangan menghampiri Steve dan Sue, dimana mereka mendapatkan paket yang berisi bukti kebohongan atas dampak tambang yang selama ini disebarkan oleh Noble sebelumnya.
Saat euforia itu berlangsung, tiba-tiba muncul sebuah fakta mengejutkan kalau Noble ternyata adalah orang utusan dari Global juga, yang berpura-pura menjadi aktivis lingkungan. Jadi bukti-bukti palsu itu sengaja disebarkan untuk menggiring opini masyarakat, dimana apabila mereka akhirnya tahu kalau bukti-bukti tersebut tidak benar, mereka pasti akan memilih untuk menjual tanah miliknya.
Menyadari kecurangan dari perusahaannya, Steve pun membeberkan semua itu saat voting dilakukan, sehingga semua warga lebih memilih untuk tidak menjual tanah mereka.
Cerita tentang pemeran utama yang pada akhirnya berubah pendirian dan berbalik mendukung orang lain seperti itu memang bukan hal yang baru lagi. Tapi satu pelajaran disini bagaimana kita ditunjukkan seberapa buruknya sebuah perusahaan (khususnya pertambangan) dalam menjalankan usahanya. Mereka akan melakukan segala cara, seperti membuat organisasi lingkungan palsu, yang seolah-olah membela warga, tapi nyatanya ditujukan untuk menggiring opini masyarakat agar justru menerima apa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.
Dan ini merupakan sebuah kenyataan yang sering dipraktekkan oleh para pengusaha dalam memuluskan usaha mereka. Masyarakat, terutama yang awam, sering sekali tertipu oleh praktek-praktek kotor seperti ini.
Di film ini Matt Damon berhasil memerankan seorang Steve Butler, salesman yang melakukan pekerjaannya dengan profesional sesuai tuntutan perusahaan. Semua konflik yang ada, juga kegamangan yang mulai muncul disaat-saat terakhir, terlihat sekali di raut wajah mantan pemeran Jason Bourne itu. Sangat berkarakter.
Begitu juga John Krasinski, yang sukses berperan sebagai aktivis lingkungan yang militan dan tak kenal kompromi dalam melawan perusahaan yang bisa merusak lingkungan hidup, sehingga bisa menutupi siapa dia sebenarnya dan agenda busuk dibaliknya.
Satu peran yang saya pikir tidak terlalu penting-penting amat adalah karakter Alice, yang sepertinya hanya menjadi bumbu penyedap saja di film ini. Tidak adanya karakter ini pun tidak mempengaruhi cerita.
Satu yang sangat saya sayangkan karena porsinya hanya sedikit adalah karakter Frank Yates. Padahal peran karakter tersebut di cerita film ini cukup signifikan.
Saya punya kebiasaan baru beberapa tahun belakangan ini, yaitu setelah menonton film, di bioskop ataupun DVD bajakan, kalau film tersebut 'ngena' banget di hati (sesuai kriteria saya), pasti akan saya beli DVD aslinya untuk dikoleksi. Dan film Promised Land ini memenuhi kriteria tersebut. *kumpulin recehan. hehe